
Kritik dan Pemahaman Jokowi terhadap Pendekatan Ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa
Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyatakan bahwa Purbaya Yudhi Sadewa layak menjadi Menteri Keuangan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai Purbaya memiliki pendekatan ekonomi yang berbeda dibandingkan Sri Mulyani, mantan Menteri Keuangan yang sebelumnya menjabat dalam pemerintahannya.
Purbaya dinilai mampu memberikan dampak positif terhadap perekonomian negara. Dalam penilaian Jokowi, perbedaan mazhab ekonomi yang dimiliki oleh Purbaya justru membawa efek yang baik bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), melemahnya nilai tukar dolar, serta menguatnya rupiah di pasar modal.
Menteri Keuangan adalah posisi penting dalam pemerintahan, karena jabatan ini bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara. Tugas utama meliputi penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengaturan pajak, bea cukai, serta pengawasan terhadap penerimaan negara lainnya. Selain itu, Menteri Keuangan juga bertanggung jawab atas pengendalian belanja negara sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengawasan utang dalam negeri maupun luar negeri, serta menjaga stabilitas ekonomi bersama lembaga seperti Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di Indonesia, Menteri Keuangan sering disebut sebagai bendahara negara karena perannya dalam memastikan aliran uang negara berjalan lancar.
Jokowi mengungkapkan bahwa ia mengenal baik Purbaya dan merasa yakin bahwa pendekatan ekonominya akan memberikan manfaat bagi negara. Ia menegaskan bahwa pasar ekonomi dapat menerima perbedaan mazhab tersebut, yang terbukti dari kondisi pasar saat ini.
Namun, dukungan Jokowi terhadap Purbaya tidak lepas dari ironi. Sebab, sebelumnya, Purbaya pernah menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi Jokowi. Salah satunya terkait dana negara yang diparkir di Bank Indonesia tanpa dialirkan ke sektor produktif. Purbaya menilai hal ini bisa berdampak negatif, karena tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi juga membuat sistem keuangan menjadi kering.
Ia menyarankan agar dana tersebut dialirkan ke bank-bank BUMN agar sektor riil tetap bergerak. Dengan demikian, risiko yang ditanggung oleh pemerintah bisa diminimalkan.
Perbandingan Era SBY dan Jokowi
Purbaya juga pernah membandingkan performa ekonomi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pemerintahan Jokowi. Di masa SBY, pertumbuhan uang primer (M0) rata-rata mencapai 17 persen, yang mendorong pertumbuhan kredit hingga 22 persen. Selain itu, tax ratio meningkat sebesar 0,5 persen. Meskipun pembangunan infrastruktur tidak dilakukan secara besar-besaran, ekonomi tetap berjalan stabil karena sektor swasta aktif.
Sebaliknya, di masa Jokowi, pertumbuhan M0 hanya mencapai 7 persen, bahkan sempat stagnan pada angka 0 persen. Akibatnya, menurut Purbaya, pembangunan Jokowi terasa tidak seimbang karena hanya didukung oleh pemerintah sementara sektor swasta mengalami kemunduran.
Dari Kritikus Jadi Menteri
Kini, situasi telah berubah. Pribadi yang pernah menyebut ekonomi Jokowi “dicekek” kini mendapat restu penuh dari Jokowi untuk mengelola bendahara negara di bawah kepemimpinan Prabowo. Restu ini menunjukkan bahwa politik dan ekonomi sering kali berada dalam dinamika yang kompleks. Kritik tajam di masa lalu bisa berubah menjadi legitimasi baru ketika kepentingan negara menuntut sinergi.