Nasional Gunakan Konsultan untuk Data Minimarket, Pemkot Tasikmalaya Alokasikan Rp 1 Miliar

Gunakan Konsultan untuk Data Minimarket, Pemkot Tasikmalaya Alokasikan Rp 1 Miliar

27
0

Anggaran Rp 1 Miliar untuk Pendataan Minimarket di Kota Tasikmalaya

Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Tasikmalaya mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1 miliar hanya untuk melakukan pendataan jumlah minimarket di wilayah kota. Proyek ini dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan, yang menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat dan pihak terkait.

Menurut Kepala Bidang Sarana Distribusi Perdagangan pada Dinas tersebut, Mohamad Arif Gunawan, pendataan ini dilakukan karena hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah minimarket yang beroperasi di Kota Tasikmalaya. Ia menjelaskan bahwa banyak minimarket yang berdiri tanpa sepengetahuan pemerintah, karena usaha tersebut termasuk dalam kategori usaha berisiko rendah. Hal ini memungkinkan pengusaha untuk mengajukan izin melalui sistem Online Single Submission (OSS) tanpa perlu melibatkan dinas terkait secara langsung.

Arif juga menyampaikan alasan mengapa pendataan harus dilakukan oleh konsultan. Menurutnya, staf di bidangnya tidak cukup untuk menangani tugas tersebut karena jumlah pegawai yang terbatas. Meski demikian, penggunaan jasa konsultan untuk keperluan pendataan ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Salah satu yang menyampaikan kritik adalah Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Wahid. Ia menilai data jumlah minimarket sebenarnya bisa diperoleh dari sistem perizinan yang sudah ada, seperti data dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu atau lewat OSS. Selain itu, ia juga meminta agar pihak dinas tidak sampai menghabiskan anggaran secara sia-sia hanya untuk keperluan data.

Terkait hal ini, Pelaksana Tugas Kepala Dinas UMKM, Koperasi, dan Indag Kota Tasikmalaya, Apep Yosa, mengungkapkan bahwa proyek pendataan tersebut telah dibatalkan. Ia menyatakan bahwa kegiatan tersebut tidak akan dilaksanakan meskipun beberapa kecamatan telah mengeluarkan surat perintah kerja (SPK). Menurut Apep, proyek ini belum direalisasikan, sehingga akan menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa).

Beberapa pertanyaan muncul terkait keputusan pembatalan proyek ini. Apakah anggaran yang dialokasikan akan digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana proses pengembalian dana yang telah disetorkan ke konsultan? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menjadi isu yang perlu dijelaskan lebih lanjut oleh pihak dinas.

Selain itu, masalah utama yang muncul adalah transparansi penggunaan anggaran. Masyarakat dan wakil rakyat mempertanyakan apakah penggunaan dana sebesar Rp 1 miliar untuk pendataan minimarket benar-benar diperlukan. Banyak yang merasa bahwa anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk program yang lebih mendesak, seperti bantuan bagi pelaku UMKM atau pengembangan infrastruktur lokal.

Pendataan minimarket sebenarnya merupakan langkah penting untuk memastikan pengawasan dan pengelolaan usaha yang lebih baik. Namun, jika dilakukan dengan cara yang tidak efisien atau tidak transparan, maka hasilnya justru bisa menjadi sia-sia. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi dan rencana yang lebih matang dalam pengelolaan anggaran serta pelaksanaan proyek-proyek serupa di masa depan.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menjadi contoh bagaimana penggunaan anggaran publik perlu dipertanggungjawabkan dengan baik. Masyarakat berharap pemerintah daerah dapat lebih teliti dalam mengambil keputusan terkait alokasi dana, terutama untuk proyek yang bersifat administratif dan tidak langsung memberikan manfaat nyata kepada masyarakat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini