
Peran Perguruan Tinggi dalam Mendorong Transisi Energi Nasional
PT PLN (Persero) menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi dalam meningkatkan riset di bidang teknologi energi baru terbarukan (EBT). Menurut Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, inovasi dan penelitian yang dilakukan oleh akademisi menjadi kunci untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Ia menyatakan bahwa riset dan pengembangan teknologi dari kalangan pendidikan tinggi harus menjadi solusi utama dalam meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
PLN siap berkolaborasi dengan lembaga pendidikan dalam mengimplementasikan hasil riset tersebut. “Sains dan teknologi menjadi kunci untuk mempercepat pemanfaatan EBT di Indonesia,” ujarnya dalam acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025. Darmawan menekankan bahwa kolaborasi antara industri dan akademisi sangat diperlukan dalam menjalani transisi energi yang berkelanjutan.
Teknologi sebagai Elemen Kunci dalam Transisi Energi
Executive Vice President Aneka Energi Baru Terbarukan PLN, Daniel K.F. Tampubolon, menjelaskan bahwa teknologi menjadi elemen penting dalam strategi transisi energi yang sedang dijalankan PLN. Salah satu upaya utamanya adalah pengembangan sistem kelistrikan cerdas atau smart grid.
“Transisi energi tidak cukup hanya membangun pembangkit EBT. Kita juga harus memastikan seluruh ekosistem siap, termasuk transmisi dan distribusi melalui implementasi smart grid,” ujarnya. Ia menilai bahwa smart grid berfungsi sebagai penghubung yang mampu merespons tantangan teknis, seperti sifat intermiten dari sumber EBT seperti tenaga surya dan angin. Dengan teknologi ini, sistem kelistrikan menjadi lebih fleksibel, efisien, dan andal.
Infrastruktur Pendukung untuk Pengembangan EBT
Selain itu, PLN juga tengah menyiapkan pembangunan green enabling transmission line sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms), sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Infrastruktur ini dirancang untuk menjembatani jarak antara lokasi pembangkit EBT yang sering berada di daerah terpencil dengan pusat permintaan listrik dan kawasan industri yang tersebar di berbagai pulau.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan besar berupa ketidaksesuaian lokasi antara sumber EBT dan pusat konsumsi listrik. Dengan riset yang mendalam dan teknologi yang tepat guna, kita bisa menciptakan solusi yang adaptif dan berkelanjutan,” kata Daniel. Ia menambahkan bahwa melalui forum ini, PLN berkomitmen menjadi motor penggerak transisi energi nasional dengan membuka ruang kolaborasi strategis dengan dunia akademik demi mewujudkan masa depan energi Indonesia yang bersih, mandiri, dan berkelanjutan.
Peran Pemerintah dalam Menghubungkan Dunia Pendidikan dan Industri
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie menyatakan bahwa kementeriannya berperan sebagai penghubung antara dunia pendidikan dan industri, termasuk BUMN. Ia menekankan bahwa penguatan riset terapan sangat krusial untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri nasional.
“Kami terus memetakan kebutuhan BUMN dan menyambungkannya ke kampus-kampus. Harapannya, riset akademik bisa langsung menjawab tantangan nyata di industri,” ujarnya. Stella menambahkan bahwa ekosistem riset nasional telah melahirkan banyak inovasi dari riset dasar hingga tahap pengembangan. Namun tantangan terbesar adalah hilirisasi yakni bagaimana hasil riset tersebut bisa diadopsi oleh industri dan dimanfaatkan secara luas.
“Kami mendukung skema hilirisasi berbasis kolaborasi. Inovasi dari kampus harus bisa menjelma menjadi teknologi yang digunakan oleh masyarakat dan sektor industri,” ujarnya. Dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah, industri, dan perguruan tinggi, Indonesia dapat mempercepat transisi energi dan membangun sistem kelistrikan yang lebih efisien serta ramah lingkungan.