Nasional Kakek Tukang Sol Sepatu yang Mengukir Kenangan di Pasar Cicangkal

Kakek Tukang Sol Sepatu yang Mengukir Kenangan di Pasar Cicangkal

30
0

Kehidupan Seorang Tukang Sol Sepatu yang Berjuang di Bawah Terik Matahari

Di bawah terik matahari, seorang kakek berusia 60 tahun bernama Saepuloh tampak sibuk dengan peralatan kerjanya. Wajahnya yang kusut dan tubuhnya yang basah keringat menjadi bukti bahwa ia telah menjalani hari-hari dengan penuh ketekunan. Saepuloh adalah tukang sol sepatu yang bekerja di Pasar Cicangkal, Desa Tamansari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

Sejak tahun 1985, Saepuloh telah menjadi tukang sol sepatu di tempat tersebut. Ia mengaku bahwa awalnya harga jasa perbaikan sepatu hanya Rp 200 per pasang. Namun, seiring waktu, harga tersebut meningkat menjadi Rp 20 ribu per pasang. Saepuloh juga menjelaskan bahwa saat ini, biaya hidup semakin mahal dan membuat dirinya harus lebih gigih dalam mencari nafkah.

“Ya, kalau dulu sendal sepasang Rp 150 – 200 perak sekarang sudah gak seperti dulu,” katanya sambil tersenyum kecil. Meski usianya sudah memasuki kepala enam, Saepuloh tidak pernah menyerah. Ia tetap berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Setiap hari, ia mulai bekerja dari pagi hingga sore hari. Dengan alat-alat seperti jarum, lem, dan semir, tangan pria ringkih itu bekerja dengan cepat dan teliti. Meskipun penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari, Saepuloh tetap bersyukur dan percaya bahwa rezeki telah ditentukan oleh Tuhan.

“Yang namanya rezeki, bukan kita yang tentukan. Kadang bisa dapat Rp 100 ribu dan terkadang hanya Rp 50 ribu,” ujarnya dengan nada penuh harapan. Saepuloh juga mengatakan bahwa pendapatan tertinggi biasanya didapat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pada masa itu, permintaan perbaikan sepatu meningkat drastis.

Meski begitu, ia tetap menjalani pekerjaannya dengan sabar dan tanpa mengeluh. Di bawah sinar matahari yang menyengat, ia terus berjuang untuk mengumpulkan sedikit demi sedikit uang agar bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Baginya, setiap rupiah yang berhasil dikumpulkan adalah bentuk dari kesabaran dan keteguhan hati.

Pagi menjelang siang, Saepuloh masih sibuk dengan pekerjaannya. Ada yang sedang menjahit, ada pula yang sedang mengelem. Di antara suara alat kerja dan langkah-langkah orang-orang yang lewat, ia terus berusaha untuk tetap bertahan.

“Ya, beginilah keadaannya. Semuanya telah diatur sama yang kuasa,” ujar Saepuloh dengan penuh keyakinan. Baginya, kehidupan yang dijalani hari ini adalah bagian dari rencana yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Meski kondisi ekonomi sering kali memberinya tantangan, ia tetap percaya bahwa ada asa di balik kesulitan.

Dalam kehidupan yang penuh tantangan, Saepuloh menjadi contoh nyata dari ketekunan dan semangat hidup. Di bawah terik matahari, ia terus berjuang, mengumpulkan pundi-pundi rupiah, walau tidak seberapa. Yang penting, ia bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini