
Tradisi Pemuda Tasikmalaya dalam Merayakan Kemerdekaan
Setiap kali memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, para pemuda dan mahasiswa di Tasikmalaya seringkali melakukan tradisi khas dengan mengibarkan Bendera Merah Putih di puing-puing Jembatan Karangresik. Lokasi ini memiliki makna sejarah yang mendalam, sebagai tempat perjuangan para pahlawan dalam mengusir agresi militer Belanda pada tahun 1947.
Jembatan Karangresik, yang dikenal juga sebagai Jembatan Perjuangan, menjadi saksi bisu dari perjuangan hebat bangsa Indonesia. Peristiwa ini terjadi dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI tahun ini, para pemuda dan mahasiswa Tasikmalaya kembali melaksanakan tradisi tersebut pada hari Minggu, 10 Agustus 2025.
Salah satu tokoh masyarakat yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Idi Suhara, putra dari Entoy Tohari, seorang pelaku sejarah dalam agresi militer Belanda tahun 1947. Ia menilai bahwa pemasangan bendera Merah Putih di puing-puing jembatan ini bukan hanya sekadar simbol, tetapi juga sebagai pengingat bahwa di tempat ini, banyak pahlawan yang gugur demi mempertahankan kemerdekaan.
Sayangnya, saat ini banyak warga Tasikmalaya yang cenderung melupakan perjuangan leluhur mereka dalam menghadapi agresi militer Belanda. Oleh karena itu, Idi Suhara bersama warga lainnya rutin mengibarkan bendera merah putih di lokasi tersebut, agar masyarakat tahu bahwa disini pernah terjadi perlawanan heroik dari para pahlawan.
Untuk menjaga agar kisah perjuangan ini tidak hilang ditelan waktu, Idi Suhara mengusulkan pembangunan Museum Perjuangan di kawasan Karangresik. Ia berharap pemerintah dapat memperhatikan hal ini, karena hingga saat ini Tasikmalaya belum memiliki museum sejarah. Menurutnya, kawasan ini memiliki nilai historis penting karena menjadi saksi bisu keberhasilan Kodam III dalam menggempur pasukan Belanda di Jembatan Buntung pada tahun 1947.
Pertempuran sengit terjadi ketika pasukan Belanda dari Ciamis berusaha masuk ke Tasikmalaya untuk merebut bandar udara. Mereka harus melewati Jembatan Karangresik, tempat terjadinya pertempuran antara Divisi II dan pasukan Belanda. Saat ini, jembatan tersebut sudah tidak memiliki lantainya, sehingga dikenal dengan nama Sasak Buntung.
Monumen Perjuangan yang Perlu Diperhatikan
Idi Suhara juga menyampaikan bahwa kondisi monumen perjuangan di kawasan tersebut saat ini tidak terawat. Ia berharap pemerintah memberikan perhatian lebih besar dengan membangun Museum Perjuangan Talaga Puputan Karangresik. Hal ini akan menjadi bentuk penghargaan atas perjuangan para pahlawan.
Sebagai anak dari pelaku sejarah, Idi merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan sejarah perjuangan bangsa. Ia berharap, museum ini dapat menjadi sarana edukasi dan pembangkit semangat nasionalisme bagi generasi penerus bangsa.
Sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap sejarah, Abah Idi bersama para pencinta alam di Tasikmalaya rutin melakukan upacara dan pemasangan bendera Merah Putih di kawasan Talaga Puputan Karangresik, setiap menjelang Hari Kemerdekaan. Kegiatan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap perjuangan para pahlawan dan usaha untuk menjaga nilai-nilai perjuangan dalam diri masyarakat.