Nasional Ketua Gapensi Semarang Dihukum 4,5 Tahun Penjara Terkait Kasus Gratifikasi

Ketua Gapensi Semarang Dihukum 4,5 Tahun Penjara Terkait Kasus Gratifikasi

27
0

Kasus Gratifiasi di Kota Semarang: Pemimpin Konstruksi Divonis 4,5 Tahun Penjara

Martono, yang menjabat sebagai Ketua Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi) Kota Semarang, menerima hukuman penjara selama 4,5 tahun atas tindakan gratifikasi terhadap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu atau dikenal dengan sebutan Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri. Putusan ini dibacakan oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi dalam sidang Pengadilan Tipikor Semarang pada hari Senin, 11 Agustus 2025. Hukuman yang diberikan lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang mengajukan hukuman 5 tahun 2 bulan.

Selain hukuman penjara, Martono juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta atau diganti dengan kurungan selama satu bulan jika tidak dapat membayarnya. Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam kasus ini, Martono meminta bantuan dari Alwin Basri untuk memperoleh proyek di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Ia melakukan pemungutan biaya sebesar 13 persen dari setiap pelaksana pekerjaan dalam proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan. Total uang yang dikumpulkan mencapai Rp2,245 miliar, dengan sebagian besar, yaitu Rp2 miliar, diberikan kepada Mbak Ita dan Alwin dalam dua tahap. Sementara sisanya, yaitu Rp245 juta, digunakan untuk kepentingan pribadi Martono.

Meskipun telah mengembalikan uang sebesar Rp2,5 miliar ke kas daerah sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim tetap memerintahkan Martono untuk mengembalikan sisa uang sebesar Rp245 juta. Selain itu, Martono juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp245 juta sebagai pidana tambahan.

Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya sektor pengadaan proyek pemerintah terhadap praktik ‘jalan belakang’ demi kepentingan kelompok tertentu. Meskipun hukuman sudah diberikan, masyarakat tentu berharap agar penegakan hukum tidak hanya berhenti pada satu pihak saja.

Jika ada pihak lain yang turut menikmati hasil gratifikasi, masyarakat layak mengetahui dan menuntut kejelasan proses hukumnya. Di mata rakyat, hukum seharusnya tidak hanya menjerat ‘pemberi’, tetapi juga ‘penerima’ yang sama-sama menikmati hasilnya. Maka dari itu, penting bagi lembaga hukum untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi mendapatkan perlakuan yang adil dan transparan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini