Nasional Wamenkum: RUU KUHAP Lindungi HAM dari Penyalahgunaan Kekuasaan

Wamenkum: RUU KUHAP Lindungi HAM dari Penyalahgunaan Kekuasaan

31
0

Diskusi tentang RUU KUHAP yang Menekankan Perlindungan Hak Asasi Manusia

Sebuah diskusi dan debat terbuka mengenai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Edward O. S. Hiariej. Debat ini berlangsung bersama advokat dan aktivis hak asasi manusia (HAM), Haris Azhar, pada Sabtu (9/8) lalu. Acara ini digelar di area Masjid Baitul Qohar, Yayasan Badan Wakaf, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Wamenkum Edward O.S Hiariej menjelaskan bahwa filosofi hukum acara pidana bukanlah untuk memproses tersangka, melainkan untuk melindungi hak asasi manusia dari tindakan sewenang-wenang negara. Oleh karena itu, RUU KUHAP yang sedang dibahas dirancang agar tidak hanya memprioritaskan satu pihak, tetapi juga melindungi pihak lainnya.

“Ketika kita membicarakan hak korban, hak tersangka, hak perempuan, hak saksi, atau hak disabilitas, semuanya akan dipertimbangkan,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa pengarusutamaan dalam hukum pidana adalah untuk melindungi hak asasi manusia dari penyalahgunaan kekuasaan individu.

Menurut Prof Eddy, di dalam hukum acara pidana terdapat dua kepentingan yang bertentangan, yaitu pihak pelapor dan pihak terlapor. Oleh karena itu, hukum acara pidana harus dirancang secara netral. Di satu sisi, aparat penegak hukum memiliki kewenangan, namun di sisi lain, kewenangan tersebut harus dikontrol agar menjadi hak-hak asasi manusia.

“Untuk mencegah kriminalisasi warga, serta menyeimbangkan antara kewenangan polisi dan jaksa yang besar, kita harus memperkuat posisi advokat agar setara dengan polisi dan jaksa,” jelasnya.

Dalam RUU KUHAP, kata Prof Eddy, peran advokat sangat penting dan imperatif. Setiap orang yang diproses secara hukum wajib didampingi oleh advokat sejak tahap penyelidikan. Advokat berhak mengajukan keberatan dan hal tersebut dicatatkan dalam berita acara pemeriksaan.

“Advokat tidak hanya duduk diam. Mereka berhak mengajukan keberatan, dan keberatan tersebut harus dicatatkan dalam berita acara sehingga proses penyelidikan dapat terlihat oleh publik,” tambahnya.

Peran Penting Pengawasan Terhadap Penegak Hukum

Aktivis HAM, Haris Azhar, menyoroti pentingnya judicial scrutiny atau pengawasan terhadap kinerja aktor penegak hukum. Ia menyatakan bahwa hukum acara pidana Indonesia selama puluhan tahun tidak digunakan secara profesional dan proporsional. KUHAP yang saat ini berlaku dinilai tidak up to date, baik dari segi istilah, konsep pidana, maupun kurangnya penerapan restorative justice.

Oleh karena itu, momentum berlakunya KUHP baru perlu diimbangi dengan revisi KUHAP yang lebih modern. Haris Azhar juga mengusulkan adanya pengungkapan kebenaran mulai dari tahap penyelidikan. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan, baik karena ketiadaan barang bukti atau karena masuk dalam kategori restorative justice.

“Laporan fakta atau kebenaran yang dihasilkan bisa menjadi pembelajaran bagi sistem hukum,” ujarnya. Ia berharap laporan tersebut dapat menjadi standar dalam KUHAP yang akan diterbitkan.

Kesepahaman Mengenai Pengungkapan Kebenaran

Wamenkum Edward O.S Hiariej mengakui bahwa KUHAP yang berlaku saat ini lebih fokus pada kewenangan aparat penegak hukum, bukan pada perlindungan HAM. Oleh karena itu, RUU KUHAP disusun dengan prinsip due process of law yang menjamin dan melindungi hak individu, serta memastikan aparat menjalankan aturan sesuai KUHAP.

Prof Eddy sepakat dengan usulan Haris Azhar mengenai pengungkapan kebenaran. Ia menegaskan bahwa kebenaran diperlukan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak. Dengan adanya laporan fakta, jika seseorang melakukan tindakan pidana lagi, maka ia tidak bisa lagi mendapatkan restorative justice.

“Benar yang dikatakan Bang Haris, pengungkapan kebenaran harus ada. Tanpa itu, korban tidak akan memiliki kepastian hukum. Ada batasan-batasan terhadap pemberlakuan restorative justice agar tidak seenaknya,” katanya.

Tanggapan dari Kakanwil Kemenkum NTB

Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Barat (NTB), I Gusti Putu Milawati, menyambut baik langkah pembaruan KUHAP yang sedang dilakukan pemerintah. Menurutnya, pembaharuan ini penting agar sistem peradilan pidana lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sekaligus memperkuat perlindungan hak asasi manusia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini