Ragam “PPPK Sindrom”: Ratusan Guru Wanita di Blitar Ajukan Perceraian Usai Diangkat Jadi...

“PPPK Sindrom”: Ratusan Guru Wanita di Blitar Ajukan Perceraian Usai Diangkat Jadi ASN, Ini Penyebabnya

30
0

Fenomena Meningkatnya Perceraian di Kalangan Guru PPPK di Kabupaten Blitar

Di tengah dinamika dunia pendidikan, khususnya di Kabupaten Blitar, muncul sebuah fenomena yang mengejutkan. Hingga pertengahan tahun 2025, tercatat sebanyak 20 guru Sekolah Dasar (SD) yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengajukan izin cerai ke Dinas Pendidikan setempat. Fenomena ini memicu perhatian luas dari masyarakat dan menjadi topik pembicaraan hangat.

Dari data yang diperoleh, sekitar 70 persen gugatan perceraian diajukan oleh guru perempuan. Angka ini meningkat secara signifikan dibandingkan tahun lalu, yang hanya mencatat 15 permohonan izin cerai. Menurut Deni Setiawan, Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, peningkatan ini terjadi dalam semester pertama tahun ini, yaitu Januari hingga Juni, di mana jumlah pengajuan cerai sudah mencapai 20 kasus.

Berdasarkan catatan tersebut, potensi angka perceraian bisa mencapai 100 persen pada akhir tahun. Deni menyebut fenomena ini sebagai “PPPK sindrom”, yang menunjukkan gejala sosial baru di kalangan guru PPPK. Faktor utama yang memicu sindrom ini adalah kondisi ekonomi dalam rumah tangga. Mayoritas suami dari guru PPPK perempuan tidak memiliki pekerjaan tetap, bahkan bekerja di sektor informal seperti buruh atau petani.

Menurut Deni, hanya sekitar 10 persen suami dari guru PPPK perempuan yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini menciptakan ketimpangan ekonomi yang cukup signifikan. Kondisi ini memperburuk tekanan dalam hubungan rumah tangga, terutama karena ketergantungan finansial yang tinggi dari pihak istri.

Dalam beberapa kasus, Dinas Pendidikan melaporkan bahwa satu guru PPPK SD dijatuhi sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 50 persen selama satu tahun. Sanksi ini diberikan karena pelanggaran yang dilakukan oleh guru tersebut, yaitu menikah lagi tanpa menyelesaikan proses perceraian terlebih dahulu dan tanpa izin resmi dari atasan.

Deni menjelaskan bahwa pemerintah memiliki prosedur ketat terkait pengajuan izin cerai bagi pegawai ASN maupun PPPK. Proses dimulai dari pembinaan di tingkat sekolah, kemudian dilanjutkan dengan mediasi bersama Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) serta Dinas Pendidikan. Akhirnya, pengajuan izin harus disampaikan kepada bupati.

“Jika pengadilan lebih dulu dari izin bupati, itu melanggar aturan,” tegas Deni. Meski demikian, ia menyebutkan bahwa kasus pelanggaran disiplin oleh guru PPPK tahun ini justru menurun dibandingkan tahun lalu yang mencatat lebih dari dua kasus berat.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya pemahaman dan kesadaran akan aturan yang berlaku, serta perlunya dukungan dan solusi untuk masalah ekonomi dan sosial yang muncul di kalangan guru PPPK. Dengan adanya kebijakan yang jelas dan penanganan yang tepat, diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari “PPPK sindrom” yang semakin mengemuka.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini