
Masalah Ujian Kompetensi Dokter Muda yang Menghambat Praktik Profesional
Banyak dokter muda di Indonesia, termasuk warga negara asing (WNA), menghadapi kesulitan dalam berpraktik sebagai tenaga medis. Hal ini terjadi karena mereka belum lulus Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). Data dari Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Sumut menunjukkan bahwa jumlah dokter muda mencapai sekitar 5.000 orang, tetapi banyak dari mereka tidak bisa langsung bekerja sebagai dokter.
Ketua PDUI Sumatera Utara, dr Rudi Sambas, menyampaikan bahwa pihaknya sering menerima laporan dari anggota junior mereka. Banyak sarjana kedokteran dan dokter muda yang telah menyelesaikan program coass tidak dapat berpraktik karena tidak lulus ujian kompetensi. Bahkan, ada yang sudah mengikuti ujian hingga 30 kali tanpa berhasil lulus. Hal ini membuat mereka tidak bisa menjalani profesinya selama bertahun-tahun.
Menurut dr Rudi, hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam sistem ujian kompetensi. Dalam Kongres PDUI Pusat beberapa waktu lalu, ia berdiskusi dengan Ketua PDUI Maluku, dr Sahat Tobing, dan Ketua PDUI Kepri, dr Zaini Saragih. Melalui diskusi tersebut, mereka bertemu dengan Ketua Kolegium Dokter, dr Erfansyah Iken Lubis, MM, M.Biomed, untuk mencari solusi atas masalah ini.
Akhirnya, dilakukan roadshow sosialisasi Uji Kompetensi Nasional (Ukomnas) yang pertama digelar di Medan. Dr Rudi menilai, kasus ini sangat memprihatinkan. Orang tua yang menyekolahkan anaknya menjadi dokter bahkan sampai menjual rumah dan tanah, tetapi setelah lulus, anak-anak tersebut tidak bisa berpraktik sesuai harapan.
Tantangan Birokrasi dalam Pengadaan Dokter
Dr Sahat Tobing menambahkan bahwa sistem birokrasi sebelumnya menghambat pengadaan dokter di Indonesia. Padahal, kebutuhan akan dokter sangat besar, khususnya di daerah-daerah. Menyambut visi Indonesia Emas 2045, ketersediaan dokter menjadi penting untuk mendukung pembangunan kesehatan nasional.
Sementara itu, dr Zaini menyebutkan bahwa akibat tidak mendapatkan kompetensi, banyak dokter muda terpaksa bekerja di bidang lain yang tidak relevan. Bahkan, WNA yang sebenarnya tidak perlu memiliki kompetensi Indonesia juga tidak bisa berpraktik di negaranya akibat hambatan birokrasi. Ini menjadi isu yang mulai diperhatikan oleh Menteri Kesehatan, meski masih ada kendala dalam sistem regulasi.
Melalui roadshow ini, diharapkan regulasi dokter tidak lagi terhambat, sehingga target Indonesia Emas 2045 bisa tercapai. Dengan adanya dokter yang cukup di semua daerah, layanan kesehatan akan lebih merata dan efektif.
Peran Kolegium Dokter dalam Sosialisasi Ukomnas
Di tempat yang sama, Ketua Kolegium Dokter, dr Erfansyah Iken Lubis, MM, M.Biomed menjelaskan bahwa sosialisasi Ukomnas dilaksanakan oleh Kolegium Dokter untuk Fakultas Kedokteran di Sumatera. Tujuannya adalah agar pemangku kepentingan, khususnya fakultas, memahami landasan hukum penyelenggaraan uji kompetensi secara nasional.
Menurut dr Iken, Ukomnas sudah seharusnya dilakukan sesuai UU No 17 tahun 2023 dan PP 28 tahun 2024. Sosialisasi ini bertujuan memberikan informasi yang jelas kepada fakultas kedokteran tentang prosedur dan aturan yang berlaku.
Ia berharap, setelah sosialisasi ini, Fakultas Kedokteran dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan uji kompetensi nasional. Salah satu perbedaan utama antara uji kompetensi lama dan baru adalah penyelenggaraannya. Berdasarkan UU 17 dan PP 28, penyelenggara uji kompetensi adalah penyelenggara pendidikan bekerja sama dengan Kolegium Dokter.
Inisiatif ini diharapkan dapat memperbaiki sistem uji kompetensi, sehingga dokter muda bisa lebih cepat berpraktik dan memenuhi kebutuhan kesehatan di seluruh Indonesia.