
Penjelasan Pihak Terkait Mengenai Perpindahan Siswi di Asrama Difabel
Kepala UPTD PPSGHD, Dinsos Jabar, Andina Rahayu memberikan penjelasan terkait isu yang beredar mengenai siswi yang dianggap diusir dari asrama. Ia menegaskan bahwa tidak ada tindakan pengusiran terhadap para siswi. Sebaliknya, relokasi dilakukan untuk memastikan keberlanjutan aktivitas belajar dan kenyamanan lingkungan.
Andina menyampaikan bahwa informasi yang beredar melalui media sosial tentang siswa SLBN A Pajajaran yang merasa diusir atau terancam putus sekolah adalah tidak benar. Ia menekankan bahwa para siswi akan tetap menjalani pendidikan seperti biasanya, hanya lokasi mereka akan dipindahkan.
Pemindahan tersebut, menurut Andina, dilakukan karena adanya kesepakatan antara UPTD PPSGHD dan SLBN A Pajajaran sejak 15 Juli 2025. Dua siswi tersebut akan bergabung dengan penyandang disabilitas lainnya. Penempatan akan diatur oleh Griya Harapan Difabel, sehingga semua pihak dapat memahami bahwa tidak ada kebijakan pengusiran.
Selama tahun 2024, bangunan Wisma Singosari yang digunakan oleh SLB A Pajajaran tidak digunakan secara optimal dan sempat kosong hampir delapan bulan. Pada tahun 2025, jumlah klien di Pusat Pelayanan Sosial Griya Harapan Difabel meningkat, sehingga dibutuhkan lebih banyak fasilitas wisma untuk menampung para klien.
Untuk itu, pengoptimalan bangunan dan kebutuhan para klien menjadi prioritas. Oleh karena itu, wisma akan digunakan secara bersama-sama. Hal ini bertujuan agar seluruh penghuni dapat merasakan manfaat dari fasilitas yang tersedia.
Terkait logistik dan kebutuhan dasar seperti makanan, Dinas Sosial mengakui bahwa alokasi saat ini memang terbatas. Namun, pihaknya sedang melakukan kajian solusi jangka panjang demi menjamin kenyamanan dan hak seluruh penghuni. Diharapkan dengan solusi ini, kondisi kehidupan di asrama dapat ditingkatkan.
Relokasi juga dilakukan agar Wisma Singosari dapat berfungsi sebagai panti rehabilitasi sosial bagi para disabilitas terlantar. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas layanan dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif. Meskipun terjadi perpindahan, Andina memastikan bahwa aktivitas pembelajaran maupun kegiatan para siswi tidak akan terganggu.
Dengan adanya klarifikasi ini, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang beredar. Semua pihak diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan pendidikan inklusif yang harmonis, saling menghargai, dan bisa berjalan berdampingan. Dengan demikian, setiap individu, termasuk siswa difabel, dapat merasa nyaman dan aman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.