Sosial Budaya Pesta Arca Totok Kerot di Kediri, Melestarikan Budaya untuk Generasi Muda

Pesta Arca Totok Kerot di Kediri, Melestarikan Budaya untuk Generasi Muda

39
0

Tradisi Jamasan Arca Totok Kerot Kembali Digelar di Kabupaten Kediri

Pada hari Kamis (24/7/2025), masyarakat Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kembali memperhatikan tradisi jamasan atau pembersihan Arca Totok Kerot. Acara ini digelar di area Taman Totok Kerot, tepatnya di Jalan Totok Kerot Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Prosesi ini tidak hanya sekadar ritual pembersihan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya yang kaya akan nilai sejarah dan moral.

Tradisi ini diinisiasi oleh komunitas juru pelihara cagar budaya (jupel) Kabupaten Kediri bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri. Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan (Jakala) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Eko Priatno Triwarso, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan nilai-nilai budaya dan legenda di balik Arca Totok Kerot kepada masyarakat luas.

“Jamasan ini adalah inisiatif komunitas juru pelihara yang terdiri dari 19 orang di kabupaten, dan dua orang dari provinsi. Mereka ingin menghidupkan kembali tradisi pelestarian, khususnya di bulan Suro, agar nilai-nilai budaya tidak hilang,” ujar Eko.

Menurutnya, Arca Totok Kerot bukan hanya sebagai peninggalan sejarah atau cagar budaya, tetapi juga menyimpan pesan moral yang melekat dalam legenda rakyat. Dalam kisah rakyat, Totok Kerot digambarkan sebagai seorang putri Lodaya dari Selatan yang melamar Sri Aji Joyoboyo. Karena sikapnya dianggap tidak santun, ia dikutuk menjadi batu.

“Pesan moral tersebut, terus diingatkan kepada generasi muda melalui kegiatan budaya seperti jamasan. Secara arkeologi namanya Dwarapala itu laki-laki, namun secara kebudayaan kita memang menghargai itu semua, karena menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan berbudaya di masyarakat,” tambah Eko.

Ritual jamasan Totok Kerot sempat terhenti saat pandemi Covid-19, namun kini kembali digelar berkat dukungan penuh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Kehadiran tradisi ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta budaya dan sejarah di tengah masyarakat.

“Momentum ini sangat baik untuk mengenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Arca Totok Kerot tidak hanya bernilai sejarah, tetapi juga mengajarkan filosofi hidup yang luhur,” pungkas Eko.

Prosesi Jamasan yang Penuh Makna

Sementara itu, Koordinator juru pelihara se-Kabupaten Kediri, Edris, menjelaskan bahwa prosesi jamasan tahun ini digelar bertepatan dengan malam Jumat Pon di bulan Suro, sekaligus penutupan akhir bulan yang jatuh pada 25 Juli 2025 besok.

“Air yang digunakan untuk jamasan ini diambil dari tujuh sumber mata air, antara lain Sumber Bendo, Sumber Tengger/Kemanten Wonorejo, Menang Kendung, Sumberejo, dan Sendang Tirtokamandanu. Angka tujuh melambangkan pitulungan atau pertolongan,” kata Edris.

Dalam prosesi siraman, bunga melati digunakan sebagai pewangi alami. “Bunga melati ini hanya simbol wangi-wangian. Tidak ada kaitan dengan tujuh rupa atau pancawarna, karena fokusnya adalah penyucian,” lanjut Edris.

Prosesi jamasan ini mencerminkan perpaduan antara kepercayaan masyarakat dan nilai-nilai budaya yang terus dilestarikan. Melalui tradisi ini, masyarakat diimbau untuk lebih memahami dan menghargai warisan leluhur mereka. Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan generasi muda bisa lebih sadar akan pentingnya menjaga kekayaan budaya Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini