Pariwisata Narasi dan Pelestarian: Kunci Berkembangnya Wisata Sejarah

Narasi dan Pelestarian: Kunci Berkembangnya Wisata Sejarah

21
0

Wisata Sejarah: Pengalaman Unik yang Perlu Strategi Khusus

Wisata sejarah memiliki daya tarik yang berbeda dibandingkan dengan jenis wisata lainnya. Tidak hanya menyajikan pemandangan alam atau keindahan budaya, destinasi wisata sejarah juga membawa pengunjung kembali ke masa lalu melalui narasi dan nilai-nilai yang terkandung dalam situs-situs yang ada. Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk memajukan sektor ini.

KGPAA Mangkunegara X, Adipati Kadipaten Mangkunegaran sekaligus Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Persero), menekankan pentingnya mengemas wisata sejarah secara relevan dan kontekstual. Menurutnya, generasi muda perlu dijadikan sebagai penerus dari warisan sejarah yang ada. Ia percaya bahwa jika generasi muda tertarik, maka orang tua juga akan ikut merasa senang dan mendukung.

“Di Mangkunegaran, saya mengedepankan untuk generasi muda agar bisa menjadi penerus. Dan yang saya perhatikan, kalau generasi muda senang, biasanya yang tua akan ikut,” ujarnya dalam diskusi yang digelar di Kota Semarang.

Gusti Bhre, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa kawasan Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang atau Joglosemar memiliki potensi wisata sejarah yang sangat besar. Ketiga daerah tersebut bisa menjadi hub atau pintu masuk untuk mengangkat potensi wisata di sekitarnya.

“Kalau kita bicara sejarah, ini pentingnya narasi dan nilai. Karena apapun itu, kalau kita bisa cari intisarinya, story-nya. Semua akan bisa menjadi sesuatu. Destinasi pariwisata fisik itu tidak cukup. Karena sekali wisatawan datang, akan sulit untuk kembali lagi,” jelas Gusti Bhre.

Hal ini juga disampaikan oleh Fransiskus Asisi Suhariyanto, kreator konten sekaligus pemerhati sejarah asal Malang. Ia menilai bahwa Jawa Tengah memiliki potensi wisata sejarah yang luar biasa, seperti situs purbakala di Sangiran, candi-candi kuno, hingga situs Kesultanan Demak yang kaya akan narasi sejarah.

“Nilai sejarah tanpa narasi itu nonsense, itu tidak akan sampai ke masyarakat. Kita tidak akan mengerti. Maka saya pikir, ketika membangun konten, kita harus kuat secara narasi. Sebagai contoh, candi yang paling banyak itu bukan di Bali, Jawa Timur, tetapi di Jawa Tengah. Itu harus menjadi sebuah kebanggan,” ujar Asisi.

Selain narasi, pelestarian situs bersejarah juga menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Sumarno, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, menekankan bahwa pelestarian menjadi kunci utama dalam pengembangan wisata sejarah. Contohnya adalah Candi Borobudur, yang meskipun menjadi destinasi wisata prioritas nasional, tetap membutuhkan inovasi agar tetap lestari namun tetap bisa dikembangkan pariwisatanya.

Rahmat Dwisaputra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, menyebut wisata sejarah punya potensi untuk meningkatkan perekonomian daerah. Untuk itu, BI Provinsi Jawa Tengah memberikan dukungan salah satunya dengan membangun platform digital Jejak Wisata Sejarah atau Jasirah serta Jasirah Race. Platform ini tidak hanya menampilkan lokasi dan informasi terkait potensi wisata sejarah, tetapi juga dilengkapi dengan informasi sejarah yang disusun oleh para sejarawan dengan bahasa yang informatif dan menarik.

“Situs sejarah itu banyak, kalau orang mau kembali karena hanya melihat situs atau bangunan, mungkin sulit. Paling sekali dua kali, setelah itu bosan. Tetapi, dengan narasi yang baik, itu akan membuat orang untuk kembali lagi. Itu yang dicari dan mereka rela membayar mahal untuk itu,” tutur Rahmat.

Sumarno berharap, inisiatif pengembangan wisata sejarah di Jawa Tengah dapat berjalan paralel dengan perhatian masyarakat untuk merawat situs dan peninggalan sejarah yang ada. “Kami ingin masyarakat mengenal, mencintai, dan mendatangi situs itu. Untuk menikmati dan ikut menjaganya,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini