
Pengalaman Unik Furtuosa De dalam Mengamati Komet di Observatorium Nasional Timau
Furtuosa De, seorang alumni jurusan Fisika dari Universitas Nusa Cendana (Undana), memiliki pengalaman tak terlupakan ketika ikut mengamati komet dari kawasan Observatorium Nasional Timau di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Mei 2024. Saat itu, ia masih berstatus sebagai mahasiswa dan bergabung dengan tim peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggunakan teleskop portabel.
Salah satu hal yang menarik dalam kegiatan tersebut adalah tingkat ketelitian yang diperlukan saat mengamati objek langit. “Karena suhu di kawasan observatorium sangat dingin, kami harus sangat hati-hati dalam merawat instrumen yang ada di teleskop, seperti lensa,” ujarnya kepada sebuah media pada Selasa, 1 Juli 2025.
Pengamatan komet hanya berlangsung selama satu hari, disesuaikan dengan momen munculnya komet yang sangat dekat dengan matahari. Menurut Furtuosa, Observatorium Timau dipilih karena minimnya polusi cahaya, sehingga langit terbuka untuk diamati. Meski teleskop utama berdiameter 3,8 meter belum sepenuhnya selesai dibangun, pengamatan tetap dilakukan dengan peralatan yang tersedia.
Dalam kegiatan tersebut, para pengamat menggunakan dua teleskop portabel, yaitu Loptron dan Sky Watcher, yang bisa dikontrol melalui ponsel. Selain mengamati komet, Furtuosa juga turut serta dalam riset fotometri terkait gugus bintang IC 4665 di pusat sains Tilong. Kegiatan ini juga diikuti oleh mahasiswa dari Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Mereka menggunakan teleskop Takahashi Mewlon 250 CRS dengan mounting paramount MyT dan kamera CCD SBIG STF 8300. Objek lain yang diamati termasuk M4, Jupiter, dan Saturnus. “Kami juga melakukan kalibrasi citra untuk digunakan dalam menghitung nilai magnitudo instrumen,” tambah Furtuosa.
Sebagai pemuda berusia 24 tahun, Furtuosa berharap fasilitas Observatorium Nasional Timau dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa dan peneliti muda seperti dirinya. Ia mengaku masih ingin terlibat dalam riset dan pengamatan jika ada kesempatan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sebelumnya menyatakan target operasional penuh Observatorium Nasional Timau sebelum akhir 2026. Ia menjelaskan bahwa pembangunan fasilitas observasi antariksa ini tidak bisa dilakukan secara instan. “Karena merupakan produk custom dengan spesifikasi dan fine tuning berakurasi tinggi, untuk memastikan kemampuannya sesuai,” katanya pada 9 Juli lalu.
Ia menambahkan bahwa Observatorium Timau didedikasikan untuk pengamatan antariksa langit selatan, dengan target pengguna dari kalangan nasional maupun internasional. Dengan fasilitas yang lengkap dan lokasi yang strategis, observatorium ini diharapkan menjadi pusat penelitian dan pengamatan astronomi yang penting bagi ilmu pengetahuan di Indonesia.