
Perlu Kepastian Hukum dalam Pengelolaan Data Pribadi WNI
Executive Director Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam pengelolaan data pribadi warga negara Indonesia (WNI) yang diserahkan kepada Amerika Serikat (AS). Menurutnya, langkah ini sangat krusial untuk menjaga kedaulatan dan keamanan geopolitik Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa Indonesia berisiko menjadi “rumah kaca” di mana segala sesuatu bisa dipantau secara jelas.
Heru menekankan bahwa regulator Indonesia harus memastikan tujuan pengelolaan data WNI, jenis data yang disetor, serta upaya perlindungan terhadap data tersebut. Meski ia mengakui bahwa upaya negosiasi untuk meredam kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump sangat penting, ia menilai bahwa penyetoran data pribadi WNI tidak sebanding dengan misi penurunan tekanan tarif tersebut.
Kerangka Kerja Perjanjian Perdagangan Timbal Balik
Pemerintah AS dan Indonesia telah sepakat untuk memperkuat hubungan ekonomi bilateral melalui kerangka kerja Perjanjian Perdagangan Timbal Balik. Dalam dokumen resmi Gedung Putih yang dirilis pada 22 Juli 2025, salah satu poin penting kemitraan ini adalah pengelolaan data pribadi WNI oleh regulator Negeri Abang Sam. Dokumen tersebut menyatakan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat.
Menurut Heru, data pribadi dapat mencakup berbagai informasi seperti wajah, alamat, nomor telepon, NIK, riwayat kesehatan, hingga transaksi keuangan personal. Informasi pribadi juga bisa menyangkut hal-hal yang sangat privat, seperti data biometrik dan susunan genetik yang sebaiknya tidak disebarluaskan, apalagi ditransfer ke negara lain. Penyebarluasan data bisa mengungkap kondisi pribadi seperti penyakit, pandangan politik, bahkan orientasi seksual, yang dalam beberapa kasus digunakan untuk diskriminasi dan intimidasi.
Gawai sebagai Sumber Data Pribadi
Heru menjelaskan bahwa menurut Undang Undang Perlindungan Data Pribadi, data pribadi bisa berisi kombinasi informasi dari sistem elektronik maupun non-elektronik. Setiap aktivitas di gawai, kata dia, secara tidak langsung sudah memproduksi data pribadi. Nuansa ini berbeda dengan karakter data pribadi pada era analog, ketika informasi cenderung bersifat sementara dan tidak disimpan.
Dalam perjanjian terbaru dengan AS, Heru menilai bahwa Pemerintah Indonesia masih seolah memberi cek kosong kepada AS, yang notabene berpotensi merugikan kedaulatan negara. Ia menegaskan bahwa wacana menciptakan data server yang besar juga tidak cukup menjadi jaminan, jika regulasinya tidak benar-benar dikelola dengan baik.
Jaminan dari Pemerintah Indonesia
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa data WNI yang diserahkan ke AS hanya yang berhubungan dengan perdagangan atau tujuan komersial. Dia menjamin data pribadi masyarakat tetap dikelola Pemerintah Indonesia. Hasan menjelaskan bahwa data untuk pertukaran barang jasa tertentu bisa bercabang dua. Data tersebut bisa menjadi bahan bermanfaat, tetapi juga bisa menjadi barang yang berbahaya seperti bom. Oleh karena itu, diperlukan keterbukaan data untuk mengetahui siapa pembeli dan siapa penjual.