Nasional Tito Sentil Beras Oplosan, Perusahaan Besar Terlibat

Tito Sentil Beras Oplosan, Perusahaan Besar Terlibat

18
0

Kementerian Dalam Negeri Mengungkap Praktik Pengoplosan Beras yang Mengancam Stabilitas Harga

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkap adanya praktik pengoplosan beras medium yang dikemas dan dijual sebagai beras premium. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kualitas pangan yang konsumen terima, serta dampaknya terhadap harga yang semakin melambung.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyampaikan bahwa beberapa perusahaan besar ditemukan melakukan praktik tersebut. Meskipun demikian, ia tidak merinci secara spesifik perusahaan mana yang terlibat dalam kegiatan ini. Menurut Tito, beras berkualitas premium sering kali dicampur dengan beras medium, lalu dijual dengan harga premium. Hal ini membuat konsumen mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan harapan mereka.

“Bayangkan, beras yang kualitasnya premium digabung dengan beras medium, setelah itu dijual dengan harga premium. Ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar,” ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Tito juga menyoroti bahwa stok beras di dalam negeri mencapai angka tertinggi sejak 1945, yaitu hampir 4 juta ton yang telah disimpan oleh Perum Bulog. Namun, meskipun stok melimpah, tren harga beras tetap meningkat. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan distribusi.

“Rakyat yang seharusnya didukung dengan pangan yang berlimpah, justru menghadapi harga yang naik karena praktik oplosan yang menaikkan harga premium. Jumlah beras juga dikurangi, sehingga beban rakyat semakin berat,” tambahnya.

Menurut temuan dari Kementerian Pertanian (Kementan), terdapat beberapa praktik kecurangan pasca panen raya yang memengaruhi harga beras. Produksi yang sangat tinggi, yang didorong oleh Kementan, ternyata tidak diiringi dengan distribusi yang baik. Beberapa perusahaan melakukan oplosan dan mengurangi jumlah beras yang tersedia.

Modus Pengoplosan yang Dilakukan

Tito menjelaskan dua modus utama yang digunakan dalam praktik pengoplosan beras:

Pertama, pengurangan ukuran beras yang tidak sesuai dengan kemasan. Misalnya, beras yang seharusnya berisi 5 kilogram hanya memiliki isi 4,5 kilogram. Presiden Prabowo Subianto pernah menyentil hal ini saat peluncuran kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Senin (21/7/2025).

“Misalnya [beras] 5 kilogram, kita kadang-kadang nggak ngecek pembeli kan, isinya 4,5 kilogram. Bayangkan setengah kilonya dikorupsi istilahnya, digelapkan,” kata Tito.

Kedua, pengoplosan beras medium dan premium yang kemudian dijual dengan harga premium. Hal ini memperparah kesenjangan harga dan mengurangi kualitas produk yang diterima konsumen.

Kendala Pendistribusian Beras

Selain praktik pengoplosan, Tito juga menyebutkan adanya kendala dalam pendistribusian beras yang memicu kenaikan harga. Di wilayah zona 3, harga beras mencapai Rp54.772 per kilogram di kabupaten Intan Jaya. Bahkan, kenaikan harga beras juga terjadi di dekat lumbung pangan seperti di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, hingga Sulawesi Utara.

Harga beras menjadi atensi utama bagi kepala negara karena merupakan komoditas yang harus dijaga stabilitasnya. Selain itu, beras juga menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang sangat penting untuk dipenuhi secara merata dan terjangkau.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini