Sosial Budaya Makanan Tradisional Terancam Punah, Dosen The Sages Ciptakan Lemper Bakar Ayam Gochujang...

Makanan Tradisional Terancam Punah, Dosen The Sages Ciptakan Lemper Bakar Ayam Gochujang yang Gabungkan 3 Budaya

75
0

Makanan Fusion dan Ancaman bagi Kuliner Tradisional

Di tengah perkembangan zaman, makanan fusion semakin diminati oleh masyarakat Indonesia. Namun, keberadaannya juga menjadi ancaman bagi makanan tradisional yang kian terlupakan. Dosen Pastry and Bakery Akademi The Sages, Surabaya, Thjing Man Lie, menyoroti bahwa banyak generasi muda yang tidak mengenal makanan tradisional Indonesia.

“Zaman sekarang murid saya saja enggak tahu apa itu makanan perut ayam. Mereka bilang ‘ih masak kita makan perut ayam, chef’, padahal perut ayam itu jajanan kue, tapi bayangan mereka berbeda,” ungkapnya pada Selasa (22/7/2025).

Arus globalisasi, khususnya dari Korea Selatan, turut memengaruhi perkembangan kuliner di Indonesia. Banyak anak muda yang lebih memilih makanan fusion Indonesia-Korea ketimbang kuliner lokal. “Kalau fusion food trennya memang sekarang lagi marak. Kalau dulu (marak makanan fusion) western-Indonesia, tapi kalau sekarang lagi booming Korea karena dipengaruhi drakor (drama Korea) dan K-Pop,” tambah Thjing.

Untuk menghidupkan kembali minat terhadap makanan tradisional, Thjing menyarankan agar penyajian makanan diperindah. “Kalau kita mau makan yang dilihat pertama kan bentuknya, kalau bentuknya menarik kita jadi mau makan. Tinggal nanti kita beri penjelasan ini rasanya harus begini, seperti itu,” ujarnya.

Sebagai upaya menggabungkan budaya kuliner, Thjing menciptakan lemper bakar ayam gochujang. Sajian ini merupakan kombinasi budaya Jawa yang menggunakan ketan dan santan, serta kemangi dari budaya Manado, dengan bumbu khas Korea seperti gochujang, minyak wijen, dan sirup jagung.

“Kalau di Jawa ketan itu kan biasanya ada saat pernikahan atau lamaran karena filosofinya ‘kelet-keletan’ (melekat) sama pasangan. Daun kemanginya nanti kita ganti dengan seaweed (rumput laut kering),” jelasnya.

Lemper ini juga menggunakan bumbu-bumbu khas Indonesia seperti jinten, jahe bubuk, ketumbar, merica, gula, garam, bawang merah, dan bawang putih. Tekstur isian ayamnya sedikit basah karena campuran saus gochujang dan sirup jagung, berbeda dengan lemper biasa yang dimasak hingga kering.

“Kalau lemper biasa kan dimasak sampai kering, tapi kalau ini karena ada gochujang, maka harus ditambahkan sirup jagung untuk mencegah pengkristalan agar tidak cepat gosong, sekaligus juga lebih sehat dibandingkan kalau pakai gula pasir,” paparnya.

Setelah dibungkus dengan daun pisang, lemper ini kemudian dibakar. Thjing percaya bahwa sajian ini dapat menciptakan gastronomi budaya baru yang dapat mengangkat kuliner lokal Indonesia. “Jadi gastronomi pada dasarnya itu perasa, kita menggabungkan beberapa gastronomi dari Jawa, Manado sama Korea Selatan untuk juga mengangkat makanan-makanan lokal, terutamanya bagi generasi muda,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini