
Kementerian Kehutanan Siapkan Aturan Turunan UU Konservasi Sumber Daya Alam
Kementerian Kehutanan tengah mempersiapkan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE). Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa lembaganya sedang merancang peraturan pemerintah (PP) sebagai regulasi teknis dari UU tersebut.
Menurutnya, ada beberapa penguatan yang ingin dimasukkan dalam aturan turunan ini. Hal ini dilakukan untuk menghadapi tantangan konservasi yang semakin kompleks di Indonesia. Beberapa poin penting yang akan diperkuat antara lain terkait konvensi-konvensi internasional, pembagian peran antara pemerintah daerah dan masyarakat, serta pengembangan penegakan hukum terkait sanksi pidana yang dinilai terlalu ringan.
Aturan teknis ini juga akan mencakup pendanaan konservasi. Dalam rencana yang disusun, akan ada sebanyak 15 PP yang dibuat sebagai turunan dari UU KSDAHE. Produk hukum ini ditargetkan selesai pada tahun 2026. Sebelum itu, Kementerian Kehutanan akan melakukan berbagai konsultasi publik. “Dalam konsultasi publik ini kami akan mengundang masyarakat sipil yang dulu menolak,” ujarnya.
Proses Pembuatan UU KSDAHE yang Diikuti Perdebatan
Sebelum UU KSDAHE diundangkan, beberapa organisasi masyarakat sipil menyampaikan keberatannya. Mereka termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), serta seorang petani bernama Mikael Ane. Mereka bergabung dalam Tim Advokasi Untuk Konservasi Berkeadilan.
Mahkamah Konstitusi akhirnya menolak seluruh permohonan gugatan yang diajukan oleh kelompok-kelompok tersebut. Namun, masih ada pandangan berbeda yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra. Keduanya menyoroti 18 dari 20 rapat yang dilaksanakan secara tertutup tanpa alasan kuat dan mendasar. Padahal, keterbukaan dalam tahap pembahasan UU KSDAHE adalah bagian dari partisipasi publik agar regulasi ini tidak cacat formil.
Penolakan AMAN terhadap UU KSDAHE
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menolak UU KSDAHE karena dianggap tidak memiliki pengaturan yang cukup terkait masyarakat adat sebagai subyek dalam penyelenggaraan konservasi. Selain itu, mereka juga memprotes perluasan areal preservasi dan ancaman krimininalisasi masyarakat adat. AMAN juga khawatir dengan ancaman mandeknya pengembalian hak masyarakat adat atas hutan.
Selain itu, AMAN juga mengkhawatirkan celah pemanfaatan lahan konservasi untuk kepentingan investasi, penyesatan pemanfaatan karbon, serta penetapan kawasan hutan yang serampangan. Mereka menilai bahwa regulasi ini bisa membawa dampak negatif terhadap kehidupan dan hak-hak masyarakat adat.
Langkah Kemenhut untuk Menyempurnakan Regulasi
Meski ada penolakan, Kementerian Kehutanan tetap berkomitmen untuk menyempurnakan regulasi yang telah disahkan. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil yang sebelumnya menolak, diharapkan regulasi ini dapat lebih inklusif dan efektif dalam menjaga konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pendekatan yang lebih transparan dan partisipatif diharapkan bisa membangun kepercayaan masyarakat serta memberikan landasan yang kuat bagi implementasi UU KSDAHE. Dengan demikian, regulasi ini tidak hanya menjadi pedoman legal, tetapi juga menjadi jalan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.