Sosial Budaya Dari Investasi ke Gaya Hidup, Masindo Tekankan Budaya Sadar Risiko

Dari Investasi ke Gaya Hidup, Masindo Tekankan Budaya Sadar Risiko

30
0

Membangun Budaya Sadar Risiko di Tengah Masyarakat

Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) terus mengajak masyarakat untuk membangun kesadaran akan risiko dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjaga kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Ketua Masindo, Dimas Syailendra, menekankan bahwa budaya sadar risiko belum menjadi kebiasaan umum di tengah masyarakat Indonesia. Banyak orang cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi atau dorongan sesaat, tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul.

“Budaya sadar risiko adalah cara berpikir yang memandang jauh ke depan. Bukan nanti bagaimana, tetapi bagaimana nanti,” ujarnya. Menurutnya, kesadaran terhadap risiko tidak hanya terbatas pada keselamatan berkendara, tetapi juga mencakup berbagai aspek penting seperti kesehatan, lingkungan, ekonomi, hingga investasi digital.

Beberapa contoh risiko yang sering diabaikan antara lain konsumsi makanan tidak sehat secara terus-menerus dan jebakan investasi bodong yang menawarkan imbal hasil besar dalam waktu singkat. “Kami memiliki cakupan perhatian yang luas karena visi kami adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sadar risiko demi kehidupan yang lebih baik,” tambahnya.

Sejak berdiri pada tahun 2021, Masindo telah aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan edukatif baik secara daring maupun luring. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menanamkan budaya sadar risiko dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut melibatkan beragam pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, swasta, akademisi, media, dan komunitas masyarakat.

“Kami ingin membentuk kebiasaan untuk berpikir sadar risiko sebelum bertindak. Bersama pemerintah, kami juga mendorong agar pendekatan ini dapat diintegrasikan ke dalam regulasi dan perundang-undangan,” jelas Dimas.

Menurutnya, kesadaran risiko adalah hal fundamental yang perlu dimiliki oleh setiap individu. Bangsa yang sadar risiko akan lebih siap dan tangguh dalam menghadapi tantangan kompleks di masa depan. Saat ini, ada dua tipe masyarakat dalam menyikapi risiko:

  1. Mereka yang tidak sadar risiko dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi atau dorongan sesaat.
  2. Kelompok yang sebenarnya menyadari adanya risiko, tetapi memilih untuk mengabaikannya dengan asumsi bahwa risiko tersebut tidak akan berdampak langsung pada dirinya atau orang terdekat.

Contohnya, saat seseorang berkendara motor tanpa helm, jelas berisiko. Namun, jika memakai helm, kita mengurangi potensi cedera bila terjadi kecelakaan. Sama halnya dengan penggunaan sabuk pengaman di mobil. Itulah prinsip pengurangan risiko atau harm reduction.

Dalam mengembangkan budaya sadar risiko, Masindo juga mendorong penerapan strategi harm reduction, terutama pada kebiasaan yang lekat dalam kehidupan masyarakat seperti merokok. Idealnya, berhenti merokok sepenuhnya merupakan solusi terbaik. Namun, banyak perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti total.

“Di sinilah kami mendorong penggunaan produk alternatif yang risikonya lebih rendah, seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, atau kantong nikotin. Produk-produk ini tetap mengandung nikotin, tetapi tidak melalui proses pembakaran, sehingga tidak menghasilkan tar dan ribuan zat berbahaya lainnya,” ujarnya.

Pendekatan ini dikampanyekan melalui gerakan #KurangiRisiko sebagai upaya mendorong perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat. Strategi ini dinilai lebih realistis dibanding menuntut perubahan total yang sulit dicapai dalam waktu singkat.

“Kalau seseorang belum bisa berhenti, jangan dipaksa. Berikanlah jalur transisi yang memungkinkan. Lebih baik ada kemajuan kecil daripada tidak ada sama sekali,” tegas Dimas.

Menurutnya, membangun budaya sadar risiko membutuhkan proses berulang hingga menjadi kebiasaan. Budaya ini pun harus ditekankan pada manfaat jangka panjang yang akan dirasakan jika dilakukan secara konsisten.

“Sadar risiko bukan tentang menjadi takut, tapi menjadi lebih bijak. Karena yang kita hadapi bukan sekadar kemungkinan, melainkan masa depan,” pungkas Dimas.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini