Daerah Sinergitas Kebudayaan antara Disbudpar dan DPRD Jatim Dalam pagelaran wayang kulit bertajuk...

Sinergitas Kebudayaan antara Disbudpar dan DPRD Jatim Dalam pagelaran wayang kulit bertajuk : Sirnane Angkara Murka

14
0

Jawa Timur – Ribuan warga memadati lapangan Desa Dayu, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, pada Minggu malam (20/7/2025) untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit bertajuk “Sirnane Angkara Murka”. Acara ini merupakan Sinergitas Kebudayaan antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Provinsi Jawa Timur, dengan menghadirkan dalang muda berbakat asal Solo, Ki MPP Bayu Aji.

Kehadiran masyarakat Dayu menunjukkan antusiasme tinggi terhadap pelestarian budaya tradisional. Tak hanya menonton pertunjukan wayang, penonton juga terhibur dengan penampilan spesial dari para bintang tamu seperti Niken Salindri dan pelawak Jo Klithik dan Jo Kluthuk, yang sukses menyulut gelak tawa di tengah malam yang penuh makna budaya itu.

Acara ini turut dihadiri sejumlah tokoh penting, antara lain Kepala Desa Dayu Nur Rifai, Bupati Kabupaten Blitar, H. Rijanto, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar Jairi Irawan, serta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur yang diwakili oleh Kepala Bidang Kebudayaan, Dwi Supranto.

Dalam sambutannya, Dwi Supranto menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam menjaga dan merawat budaya lokal.

“Wayang kulit bukan sekadar tontonan tradisional. Ia adalah tuntunan yang mengandung nilai luhur, pendidikan moral, serta kearifan lokal yang perlu kita jaga bersama. Sejak ditetapkan UNESCO pada 2003 sebagai masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity, pelestarian wayang menjadi amanah besar bagi kita semua,” jelas Dwi.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa cerita pewayangan seperti Sirnane Angkara Murka membawa pesan tentang pentingnya menjaga harmoni, meneladani kepahlawanan, dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

Blitar, Lumbung Warisan Budaya Takbenda
Kabupaten Blitar sendiri dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Sejumlah warisan budaya takbenda (WBTB) dari Blitar telah diakui secara nasional oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, antara lain:

Kentrung (2013)
Jamasan Pusaka Kyai Pradah (2017)
Reog Bulkiyo (2019)
Larung Sesaji Pantai Tambakrejo (2019)
Jaranan Trill (2021)
Siraman Kyai Bonto (2022)
Jaranan Jur Ngasinan (2024)

Dwi Supranto menyampaikan bahwa pelestarian kekayaan budaya ini tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor — mulai dari masyarakat adat, komunitas budaya, hingga pemangku kebijakan daerah.

“Kami mengapresiasi Wakil Ketua DPRD Jatim Blegur Prijanggono serta Wakil Ketua Komisi E Jairi Irawan, yang telah menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung pelestarian budaya. Mereka turut mendorong program kebudayaan agar tidak sekadar dilestarikan, tapi juga mampu dikembangkan sebagai potensi pendidikan, pariwisata, dan ekonomi kreatif,” tambahnya.

Bersih Desa: Simbol Fisik dan Spiritual
Kepala Desa Dayu, Nur Rifai, turut memberikan pandangannya mengenai makna kegiatan ini dalam konteks lokal.

“Bersih desa ini tidak hanya soal membersihkan sampah atau lingkungan secara fisik. Lebih dari itu, ini adalah bentuk pembersihan jiwa dan raga — bagaimana kita sebagai masyarakat membentuk lingkungan yang sehat secara spiritual maupun sosial,” ungkapnya.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Disbudpar Jatim dan para wakil rakyat yang telah mendorong kegiatan ini terwujud. Ia berharap, sinergi ini tidak berhenti sampai di sini.

“Semoga ini bukan yang terakhir. Wayang kulit adalah bagian penting dari identitas masyarakat Dayu dan Blitar secara umum. Dengan adanya dukungan seperti ini, kami berharap pertunjukan budaya bisa menjadi agenda rutin yang menguatkan karakter masyarakat,” imbuh Rifai.

Sinergitas Kebudayaan Wayang Kulit, Seni Hidup yang Terus Bertumbuh Pagelaran Sirnane Angkara Murka tidak hanya menyuguhkan seni pertunjukan yang memikat, tetapi juga menjadi ruang reflektif untuk masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman modern.

Wayang kulit sebagai seni tradisi terbukti mampu bertahan lintas generasi — dari ruang kerajaan hingga desa-desa. Dalam era digital ini, revitalisasi budaya seperti ini penting untuk mengingatkan generasi muda bahwa warisan leluhur tidak lekang oleh waktu. (Puji)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini