
Prediksi Perubahan Cuaca di Indonesia Akibat Penguatan Angin Monsun Australia
BMKG menyatakan bahwa dalam sepekan ke depan, yaitu 18-25 Juli 2025, akan terjadi penguatan angin monsun Australia. Prediksi ini berbeda dari pekan-pekan sebelumnya yang menunjukkan bahwa angin monsun Australia lemah dan di bawah normal. Hal ini menyebabkan penundaan datangnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.
Menurut informasi dari Prospek Cuaca Mingguan terkini yang dirilis oleh Direktorat Meteorologi Publik pada Kamis, 17 Juli 2025, prediksi cuaca untuk sepekan ke depan berada pada kisaran normal. Dengan demikian, hal ini dapat mendorong bertambahnya wilayah yang memasuki musim kemarau.
Hingga dasarian pertama bulan ini, BMKG menjelaskan bahwa hanya sekitar 39 persen zona musim di Indonesia yang telah memasuki periode musim kemarau. Wilayah yang mengalami perubahan cuaca meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, serta sebagian kecil Lampung.
Di kawasan selatan Indonesia, kondisi serupa juga terpantau di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta sebagian kecil Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Awal musim kemarau juga mulai terdeteksi di sebagian kecil Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Papua.
Meskipun sebagian wilayah telah memasuki periode kemarau, hujan signifikan masih tercatat di beberapa daerah. Berdasarkan data observasi dan sistem peringatan dini BMKG pada 15-16 Juli, hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem (di atas 100 dan 150 mm per hari) terjadi di Fakfak, Papua Barat, masing-masing sebesar 334,4 dan 206,5 mm/hari.
Selain itu, hujan lebat juga teramati pada 16 Juli di Gorontalo (95,4 mm/hari), Poso di Sulawesi Tengah (85,5 mm/hari), dan Jakarta (80 mm/hari).
Secara umum, BMKG menambahkan bahwa potensi hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem masih dapat terjadi dalam sepekan ke depan di wilayah Sumatera Selatan, Jawa bagian barat, serta sebagian besar kawasan tengah dan timur Indonesia. Penyebabnya antara lain keberadaan bibit siklon tropis 90S di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan bibit siklon 96W di Laut Filipina.
Berdasarkan analisis BMKG pada Kamis malam, bibit siklon 90S juga berpotensi memicu gelombang tinggi sampai 4 meter di sejumlah perairan. Wilayah yang terdampak antara lain perairan barat Enggano, barat Lampung, dan selatan Banten-Jawa Barat. Begitu juga di Samudra Hindia sebelah barat Bengkulu, Lampung hingga sebalah selatan Banten dan Jawa Barat.
Perkembangan Cuaca dan Potensi Dampak
Dalam beberapa hari ke depan, masyarakat di wilayah yang terkena dampak cuaca ekstrem perlu tetap waspada. BMKG merekomendasikan agar masyarakat memperhatikan informasi cuaca secara berkala dan menghindari aktivitas di luar ruangan saat hujan deras terjadi.
Selain itu, nelayan dan pengguna transportasi laut diharapkan lebih berhati-hati karena adanya potensi gelombang tinggi. Kondisi ini bisa memengaruhi jalur pelayaran dan keselamatan di perairan.
BMKG juga menyarankan kepada masyarakat untuk memperkuat infrastruktur rumah dan fasilitas umum guna mengurangi risiko kerusakan akibat cuaca ekstrem. Pemerintah setempat diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan koordinasi dalam menghadapi situasi cuaca yang tidak menentu.
Dengan perkembangan cuaca yang terus berubah, penting bagi masyarakat untuk tetap mengikuti informasi resmi dari BMKG dan instansi terkait. Hal ini akan membantu mencegah risiko yang mungkin terjadi akibat perubahan iklim dan cuaca yang tidak terduga.