
Energi Terbarukan di Desa-desa Indonesia: Contoh Kemandirian dan Keberlanjutan
Di tengah aliran sungai yang jernih di Desa Lubuk Hitam, Sumatera Barat, suara turbin air berputar pelan. Tempat ini menjadi sumber listrik gratis bagi masyarakat sekitar, yang memanfaatkan sistem mikrohidro untuk mendukung kegiatan wisata mereka. Di wilayah lain, seperti hutan Besakih Bali, panel surya menghasilkan energi yang digunakan para peternak lebah dalam proses ekstraksi madu. Sementara itu, di Boyolali, nyala api dari kompor biogas membantu warga desa menjaga dapur tetap mengepul tanpa ketergantungan pada bahan bakar konvensional.
Ini bukan sekadar cerita biasa tentang desa-desa di Indonesia. Ini adalah bagian dari ratusan kisah yang terjadi di Desa Energi Berdikari (DEB) Pertamina. Program ini bertujuan memanfaatkan energi terbarukan untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat desa. Energi tersebut dibangun oleh Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) sebagai bentuk komitmen untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan mandiri.
Sebagai ujung tombak transisi energi bersih, Pertamina NRE membantu Pertamina Group menyediakan energi bersih melalui program DEB Pertamina. Tujuan utama dari program ini adalah menciptakan kemandirian energi dan ekonomi masyarakat desa. Saat ini, DEB telah mencapai 98 desa dengan total kapasitas terpasang sebesar 536,74 kWp energi bersih di seluruh Indonesia. Dengan kapasitas ini, potensi penurunan emisi mencapai sekitar 665,6 ton CO₂ per tahun, setara dengan menanam sekitar 31.694 pohon dewasa setiap tahunnya.
Setiap panel surya yang dipasang memiliki cerita tersendiri. Ada anak-anak yang kini bisa belajar di malam hari tanpa khawatir listrik padam. Di balik instalasi pembangkit mikrohidro, ada kisah UMKM lokal yang kini dapat menjalankan alat produksinya tanpa bergantung pada genset atau sumber listrik berbayar. Manfaat konkret dari program DEB Pertamina dirasakan langsung oleh masyarakat.
Menase Fami, Kepala Kampung Malasigi, mengungkapkan bahwa dulu mereka harus menggunakan 20-25 liter BBM per hari untuk tarik air dan listrik. Kini, dengan bantuan PLTS dari Pertamina, mereka tidak lagi membeli bahan bakar jauh dari desa. “Kami sangat berterima kasih atas dukungan ini,” katanya.
Di Sulawesi Utara, manfaat serupa dirasakan oleh para peternak babi. Youke Sondakh, Ketua Peternakan Biapong di Minahasa, mengatakan bahwa kandang babi kini terang 24 jam tanpa harus membayar pulsa listrik atau solar. “Kami lebih hemat dan bisa menabung untuk beli indukan tambahan,” ujarnya. Harapan besar diucapkan agar bantuan seperti ini terus dikembangkan.
Pertamina NRE tidak hanya menyuplai energi bersih, tetapi juga memberikan pemahaman kepada masyarakat. Edukasi menjadi inti dari program ini. Warga diajak memahami bahwa potensi alam di sekitar mereka dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik ramah lingkungan. Dicky Septriadi, Corporate Secretary Pertamina NRE, menjelaskan bahwa program ini bukan hanya tentang teknologi energi baru terbarukan, tetapi juga tentang membentuk ekosistem masyarakat yang mandiri, sadar lingkungan, dan siap menghadapi masa depan.
Meskipun kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan yang dipasang tidak besar, manfaatnya sangat berarti bagi masyarakat. UMKM yang sebelumnya kesulitan berproduksi karena biaya listrik kini dapat beroperasi lebih efisien. Bahkan, beberapa desa mulai menghasilkan surplus energi yang membuka peluang bisnis baru. Mereka mulai mengelola pembangkitan dengan biaya sukarela dari kelompok atau pengguna listrik tersebut.
Upaya Pertamina NRE ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. DEB menjadi model nyata bahwa transisi energi bisa dimulai dari akar rumput, yaitu dari desa, bukan hanya dari kota atau industri besar. Dengan demikian, energi terbarukan tidak hanya menjadi solusi untuk masalah lingkungan, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.