
Kenaikan Harga Saham SSIA dan NRCA yang Mencengangkan
Harga dua saham non blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami kenaikan tajam belakangan ini. Dua saham tersebut adalah saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA). Kenaikan harga kedua saham ini mencapai ratusan persen sejak awal tahun 2025, menimbulkan pertanyaan apakah saham ini layak dibeli atau justru dijual.
Saham blue chip biasanya merujuk pada saham perusahaan besar dengan kinerja keuangan yang stabil dan kapitalisasi pasar yang besar. Namun, SSIA dan NRCA tidak termasuk dalam indeks LQ45, yang merupakan indeks utama BEI. Meskipun demikian, harga saham SSIA saat ini berada di level Rp 2.640 per saham, sedangkan NRCA ditutup di level Rp 815 per saham.
Dalam seminggu terakhir, harga saham SSIA naik sebesar 57,14% dan dalam sebulan meningkat 78,98%. Sementara itu, harga saham NRCA naik 154,69% dalam seminggu dan 161,22% dalam sebulan. Secara year to date (YTD), saham SSIA telah naik 96,28%, sementara NRCA melonjak 131,53%.
Kenaikan harga saham ini telah memicu perhatian dari BEI karena peningkatan tersebut dianggap tidak biasa. BEI mengumumkan adanya unusual market activity (UMA) untuk SSIA pada 15 Juli dan NRCA pada 16 Juli. Pengumuman UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran aturan pasar modal, tetapi bursa sedang memantau perkembangan pola transaksi saham tersebut.
Dalam keterbukaan informasi tanggal 16 Juli 2025, manajemen NRCA menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat memengaruhi nilai efek perusahaan. Selain itu, NRCA juga tidak mengetahui adanya aktivitas dari pemegang saham tertentu yang bisa memengaruhi pergerakan saham.
Menurut Indri Liftiany Travelin Yunus, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), kenaikan harga saham SSIA dan NRCA didorong oleh sentimen positif masuknya BYD ke dalam Kawasan Subang Smartpolitan. Selain itu, aksi koleksi saham oleh Grup Djarum juga turut memengaruhi kenaikan harga. Grup Djarum memiliki kepemilikan saham sebesar 5,27% dari total saham SSIA.
Indri melihat prospek kinerja SSIA dan NRCA pada kuartal II 2025 masih cukup positif, terutama dengan potensi penurunan suku bunga. Jika terjadi, beban bunga atas pinjaman perusahaan akan berkurang, sehingga laba perusahaan bisa meningkat. Selain itu, penurunan tarif impor AS dari 32% menjadi 19% juga menjadi sentimen tambahan.
Indri merekomendasikan pembelian saham SSIA di level Rp 2.600 per saham dengan target harga Rp 2.900 per saham dan stop loss di Rp 2.460 per saham.
Sementara itu, Yasmin Soulisa dari Ciptadana Sekuritas menjelaskan bahwa SSIA menargetkan pendapatan prapenjualan sebesar 137 hektar di tahun 2025. Proyek Subang Smartpolitan diharapkan memberikan kontribusi besar dalam pencapaian target tersebut.
Ilham Fitriadi Budiarto, Technical Analyst RHB Sekuritas Indonesia, melihat potensi kenaikan saham SSIA dalam beberapa pekan mendatang. Ia menyarankan investor untuk masuk pada level Rp 2.140 per saham sebagai entry point optimal. Target harga jangka pendek untuk SSIA ada di level Rp 2.330 dan Rp 2.580 per saham. Dalam jangka menengah hingga panjang, potensi kenaikan bisa mencapai Rp 3.500 per saham.
Namun, investor perlu mempertimbangkan performa fundamental emiten tersebut selain analisis teknikal. Kenaikan harga saham SSIA dan NRCA menunjukkan tren positif, tetapi risiko tetap ada. Investor harus memastikan bahwa kenaikan harga disertai dengan kinerja perusahaan yang kuat.