Ragam Ahli Kesehatan: AI Tidak Bisa Gantikan Dokter

Ahli Kesehatan: AI Tidak Bisa Gantikan Dokter

7
0

Peran Kecerdasan Buatan dalam Dunia Kesehatan

Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mulai menunjukkan dampak signifikan dalam berbagai bidang, termasuk dunia kesehatan. Salah satu pihak yang menyampaikan pandangan mengenai hal ini adalah Menteri Kesehatan, yang menyatakan bahwa AI dapat menjadi pendamping penting bagi dokter dalam menjalankan tindakan medis, termasuk operasi bedah.

Pernyataan tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan profesional kesehatan. Salah satunya datang dari Dicky, seorang ahli kesehatan global dan sistem rumah sakit sekaligus epidemiolog dari Griffith University, Australia. Ia menilai bahwa AI seharusnya ditempatkan sebagai alat bantu, bukan pengganti utama dokter. Menurutnya, dunia kedokteran melibatkan aspek etik, empati, dan kehati-hatian yang tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh mesin.

“Pelayanan kesehatan itu membutuhkan seni. Bahkan dalam penelitian mahasiswa kedokteran, ada istilah state of the art sebelum mereka melakukan riset. Artinya, seni tersebut memerlukan emosi dan empati, yang tidak dimiliki oleh AI,” ujarnya dalam wawancara dengan Tribunnews.

Manfaat Teknologi AI dalam Pelayanan Medis

Di sisi lain, teknologi AI telah terbukti memberikan kontribusi nyata dalam berbagai aspek pelayanan medis. Misalnya, dalam diagnosis berbasis citra medis seperti radiologi dan patologi digital, AI mampu memberikan hasil dengan akurasi tinggi, bahkan melebihi kemampuan manusia rata-rata. Selain itu, AI juga digunakan untuk prediksi penyakit kronis serta meningkatkan efisiensi administratif di layanan rumah sakit, seperti triase otomatis di IGD dan manajemen antrean.

Namun, Dicky juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam penerapan teknologi ini. Ia mengingatkan bahwa penggunaan AI tidak lepas dari risiko dan tantangan etis. Salah satu isu utamanya adalah bias algoritma, yang dapat menyebabkan ketidakadilan dalam diagnosis, terutama terhadap kelompok tertentu seperti perempuan atau minoritas etnis.

“Kita harus adaptasi secara etis, bertahap, berbasis bukti, serta dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi dalam merespons AI,” tambahnya.

Pentingnya Edukasi Digital untuk Tenaga Medis

Selain itu, Dicky menyoroti perlunya edukasi digital bagi para tenaga medis agar AI benar-benar menjadi mitra yang bermanfaat, bukan ancaman. Ia menilai bahwa adaptasi terhadap AI harus dimulai dari pendidikan kedokteran hingga pada reformasi sistem kesehatan secara keseluruhan.

Menurutnya, dokter masa depan perlu memiliki dua kualitas utama: kemampuan humanis dan keterampilan digital. “Kita perlu dokter yang humanis, tapi juga cakap digital. Dan bukan salah satu saja, bukan hanya dokter humanisnya saja, atau bukan dokter yang cakap digitalnya saja, tapi dua-duanya,” jelasnya.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, AI memiliki potensi besar dalam mendukung pelayanan kesehatan. Namun, penggunaannya harus disertai dengan pendekatan yang hati-hati dan berbasis etika. Dokter perlu memahami dan menguasai teknologi ini sebagai alat bantu, bukan pengganti. Dengan demikian, AI dapat menjadi mitra yang membantu meningkatkan kualitas layanan kesehatan tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini menjadi inti dari profesi kedokteran.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini