
Pengalaman Mahasiswa Asing dalam Program EBA Fieldwork di Aceh
Sebanyak 16 mahasiswa dari tujuh negara Asia, termasuk Jepang, Myanmar, Vietnam, Bangladesh, Filipina, Tiongkok, dan Malaysia, mengunjungi Banda Aceh dan Aceh Besar selama lima hari, mulai tanggal 7 hingga 11 Juli 2025. Mereka terkesan dengan budaya, sejarah, serta kisah-kisah masyarakat Aceh yang mereka temui selama masa kunjungan tersebut.
Kehadiran para mahasiswa ini adalah bagian dari Program Evidence Based Approach (EBA) 2025 USK Fieldwork, yang diselenggarakan oleh Universitas Syiah Kuala (USK) bekerja sama dengan SOI Asia (School on Internet Asia). Program ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dan memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengidentifikasi isu-isu nyata di lapangan serta mencari solusi yang relevan.
SOI Asia adalah jaringan internasional yang fokus pada pengembangan kapasitas pendidikan dan penelitian melalui teknologi internet serta kerja sama lintas negara di kawasan Asia Pasifik. Melalui program EBA Fieldwork, mahasiswa dari berbagai latar belakang dapat bekerja sama, melakukan riset lapangan, dan menemukan solusi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Selama kegiatan, peserta diberi kesempatan untuk menjelajahi situs-situs sejarah dan budaya di Banda Aceh dan Aceh Besar. Beberapa lokasi yang dikunjungi antara lain Taman Sari, Gunongan, Museum Aceh Gampong Lubok Sukon, serta Kompleks Makam Tengku Di Kandang di Gampong Pande. Mereka juga terlibat langsung dalam proses pengumpulan data, wawancara dengan tokoh masyarakat, dan pembuatan prototipe digital seperti video dokumenter, augmented reality, game interaktif digital, dan komik digital.
Mike Aaron Olaget Capsuyen, mahasiswa dari University of the Philippines, menyampaikan bahwa program ini memberinya banyak wawasan baru. “Kami mengunjungi berbagai situs budaya di Banda Aceh dalam beberapa minggu terakhir, dan itu sangat menyenangkan. Kami belajar tentang budaya, sejarah, serta cerita-cerita masyarakat di Banda Aceh. Kami sangat bersemangat untuk menampilkan proyek kami dan memikirkan bagaimana kami bisa ikut berkontribusi dalam pelestarian nisan kuno di Banda Aceh,” ujarnya.
Haruka Mori, mahasiswa Keio University asal Jepang, juga mengungkapkan kekagumannya. “Saat kami pergi ke Gampong Pande kemarin, saya melihat banyak sekali batu nisan. Itu sangat menarik, dan menjadi lokasi utama kami untuk mengumpulkan data. Kami mengambil banyak foto dan video. Kami memang lelah, tapi saya belajar banyak dari sana. Saya sangat berharap bisa kembali lagi ke Banda Aceh suatu hari nanti. Terima kasih.”
Menurut Rahmad Dawood, koordinator kegiatan dari Program Studi Teknik Komputer USK, kegiatan ini tidak hanya mengasah kemampuan berpikir kritis peserta, tetapi juga memperkuat kolaborasi lintas negara. “Pada kegiatan ini peserta diajak untuk berpikir bagaimana budaya tidak hanya dikenang, tapi juga dipelajari, dijaga, dan disebarluaskan dengan pendekatan berbasis data dan teknologi,” tambahnya.
Program ini didukung oleh berbagai pihak, termasuk SOI Asia, USK, serta kerja sama dari masyarakat lokal, tokoh adat, dan akademisi. Dukungan juga datang dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I, yang memberikan akses penting ke lokasi-lokasi situs budaya. Selain itu, Pemerintah Gampong Lubok Sukon Aceh Besar dan Gampong Pande Banda Aceh juga menyambut para peserta dengan hangat dan mendukung proses pengumpulan data.
Melalui kegiatan ini, EBA Fieldwork menjadi wadah belajar, berbagi, dan membangun semangat pelestarian warisan budaya di Asia. Kegiatan ini terdokumentasi secara visual melalui serangkaian foto dan momen interaksi dengan warga. Alat seperti drone untuk pemetaan budaya, kamera 360, dan scanner Creality digunakan untuk mendapatkan visual 3D dari beberapa artefak peninggalan sejarah.
Di akhir program, peserta mempresentasikan temuan dan prototipe digital dari setiap kelompok kepada panitia dan peserta lainnya. Dokumentasi ini akan menjadi bagian dari laporan akhir dan publikasi bersama.
Rangkaian kegiatan EBA Fieldwork ditutup dengan kunjungan budaya ke berbagai situs ikonik lainnya di Banda Aceh, seperti Museum Tsunami, Kapal Apung, Masjid Raya Baiturrahman, dan wisata pantai Lampuuk, Aceh Besar.