
Tradisi Lempar Bunga di Pesta Pernikahan: Mitos atau Kebiasaan?
Di berbagai acara pernikahan, seringkali terdapat momen yang menarik dan unik. Salah satu yang paling dikenal adalah tradisi melempar bunga atau hand bouquet yang dibawa oleh pengantin kepada tamu undangan. Tradisi ini sering menjadi sorotan dan memicu banyak pertanyaan, seperti apakah orang yang mendapatkan lemparan bunga akan segera menikah atau tidak?
Tradisi melempar bunga di Indonesia memang sudah menjadi kebiasaan yang umum ditemui. Biasanya, bunga tersebut dilemparkan ke arah belakang, tepatnya kepada teman-teman atau saudara yang belum menikah. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memberikan keberuntungan bagi siapa pun yang berhasil menerimanya. Keberuntungan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemungkinan besar untuk bertemu dengan jodoh dan segera menikah.
Konon, tradisi ini juga dimaksudkan agar para tamu tidak menyentuh pengantin secara berlebihan, misalnya dengan mengambil potongan gaun sebagai tanda keberuntungan. Dengan adanya lempar bunga, perhatian tamu dapat dialihkan ke aktivitas yang lebih menyenangkan dan interaktif.
Meski kebenaran tradisi ini masih dipertanyakan, tidak ada salahnya jika kita menganggapnya sebagai bagian dari kegembiraan dan kehangatan dalam suasana pernikahan. Tradisi ini bisa membuat acara menjadi lebih meriah dan penuh makna.
Selain lempar bunga, di Indonesia khususnya dalam adat Jawa, terdapat kepercayaan lain terkait enteng jodoh. Yaitu, jika seseorang berhasil mengambil bunga kantil atau melati yang terletak di sanggul pengantin secara diam-diam, maka ia akan dianggap memiliki keberuntungan dalam mencari jodoh. Pengantin biasanya mengenakan roncean kantil dan melati pada bagian kepala mereka.
Menurut Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, aksi mengambil bunga melati atau kantil dengan harapan bisa meringankan jodoh tidak bisa dinilai benar atau salah. Ia menjelaskan bahwa perilaku semacam ini berlandaskan nilai-nilai rasional dan kepercayaan turun-temurun.
“Kepercayaan itu bergantung pada nilai-nilai yang dipercayai seseorang. Jika dalam konteks budaya Jawa, maka kepercayaan tersebut bisa dianggap sebagai bagian dari tradisi,” ujarnya.
Drajat menambahkan bahwa kepercayaan seperti ini tidak bisa dinilai hanya berdasarkan pemikiran modern atau alasan rasional. Hal ini karena kepercayaan tersebut didasarkan pada nilai-nilai sosial yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Kedua tradisi, yaitu lempar bunga dan mengambil kantil pengantin, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan dan kebiasaan yang sudah lama ada. Tidak ada yang benar atau salah dalam mitos-mitos yang muncul dari tradisi tersebut. Yang penting adalah bahwa setiap tradisi memiliki maknanya sendiri dan bisa menjadi bagian dari kegembiraan dalam sebuah acara pernikahan.
Dengan demikian, meskipun tidak semua orang percaya akan makna dari tradisi lempar bunga atau mengambil kantil, namun hal ini tetap menjadi bagian dari kebudayaan yang kaya akan makna dan nilai.