Nasional KPK Umumkan Skor Integritas BRI: Waspada Korupsi

KPK Umumkan Skor Integritas BRI: Waspada Korupsi

9
0

KPK Ungkap Status Waspada Korupsi di BRI Berdasarkan Survei Integritas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkapkan hasil survei penilaian integritas (SPI) terhadap PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa BRI berada dalam status waspada terhadap potensi korupsi. Nilai integritas yang diperoleh perusahaan pelat merah ini hanya mencapai 73,95 poin.

Dari 19 unit kerja BRI yang diambil sampelnya, yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, ditemukan bahwa skor yang diberikan sangat rendah. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 11 Juli 2025.

Menurut Budi, penilaian ini didasarkan pada analisis KPK terhadap capaian pengelolaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) serta manajemen sumber daya manusia (SDM) di BRI. Dalam aspek PBJ, skornya hanya 71,95 poin, sedangkan untuk SDM sebesar 78,65 poin.

KPK menyatakan bahwa temuan dan rekomendasi dari survei tersebut dapat menjadi dasar tindak lanjut untuk perbaikan upaya pencegahan korupsi di BRI. “Kami berharap hasil survei ini bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah terulangnya kasus korupsi,” ujar Budi.

Penilaian ini dilakukan dalam tengah proses penyelidikan KPK terhadap kasus korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di BRI. KPK berharap hal ini menjadi momentum bagi BRI untuk melakukan perbaikan dan memperkuat sistem pencegahan korupsi secara lebih serius dan berkelanjutan.

Lima Orang Ditetapkan sebagai Tersangka dalam Kasus EDC BRI

Dalam kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah:

  • Mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto
  • Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo
  • SEVP Manajemen Aset dan Pengadaan BRI, Dedi Sunardi
  • Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi, Elvizar
  • Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi, Rudy Suprayudi Kartadidjaja

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa nilai pengadaan EDC BRI mencapai Rp 2,1 triliun. Kerugian negara dalam kasus ini dihitung menggunakan metode real cost, yaitu biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, sebesar Rp 744 miliar.

Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti

KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk dua kantor BRI, dua kantor swasta, dan lima rumah. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita uang sebesar US$ 200 ribu yang diduga milik Catur Budi Harto. Selain itu, ditemukan dokumen dan barang bukti elektronik lainnya.

Selain uang tunai, KPK juga menyita uang dalam bentuk rekening sebesar Rp 5,8 miliar dan bilyet deposito senilai Rp 28 miliar dari hasil penggeledahan di dua kantor swasta serta lima rumah. Barang bukti ini diduga memiliki keterkaitan langsung dengan perkara korupsi EDC BRI.

Pembatasan Perjalanan ke Luar Negeri

Sebanyak 13 orang dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri karena mereka dibutuhkan dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC BRI. Salah satu orang yang dilarang adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto.

Tanggapan BRI terhadap Kasus Korupsi

Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menyatakan bahwa pihaknya terbuka bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap kasus korupsi EDC. “Perseroan menghormati langkah penegakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi atas pengadaan yang dilakukan pada periode 2020-2024 dan akan selalu terbuka untuk bekerja sama,” kata dia dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 1 Juli 2025.

Hendy menegaskan bahwa BRI terus menjaga seluruh kegiatan sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, BRI menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, termasuk mematuhi regulasi dan aturan yang ditetapkan pemerintah.

Langkah Ke depan untuk Peningkatan Tata Kelola

Ke depan, BRI akan mengambil tindakan untuk meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik serta menguatkan manajemen risiko. “Kami memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tidak berdampak terhadap operasional dan layanan Perseroan, sehingga Nasabah tetap dapat bertransaksi secara normal dengan nyaman dan aman,” tambah Hendy.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini