Lifestyle & Hiburan 5 Kebiasaan Mental yang Harus Dihindari untuk Sukses

5 Kebiasaan Mental yang Harus Dihindari untuk Sukses

9
0

Kehidupan Remaja yang Penuh Luka dan Pola Pikir yang Terbentuk dari Pengalaman

Dalam drama Head Over Heels, kita disajikan dengan kisah tentang dua remaja yang memiliki luka masa lalu yang dalam. Mereka menjalani kehidupan dengan cara yang tidak selalu sehat, namun terasa masuk akal karena itulah satu-satunya jalan mereka bertahan. Drama ini tidak hanya menampilkan elemen supranatural, tetapi juga menggambarkan bagaimana pengalaman hidup membentuk pola pikir seseorang.

Beberapa mindset yang muncul dalam drama ini bisa menjadi pelajaran penting bagi penonton. Berikut adalah lima mindset paling menonjol dalam Head Over Heels yang sebaiknya tidak diadopsi oleh siapa pun.

1. Harus Selalu Kuat demi Orang Lain

Park Seong A tumbuh dalam lingkungan yang membuatnya merasa tidak boleh lemah. Sebagai dukun muda, ia percaya bahwa menjadi pilar bagi orang lain adalah tugas utama. Ia memendam rasa lelah, takut, bahkan trauma karena merasa tidak ada ruang untuk mengeluh. Mindset ini membuatnya tampak tangguh, tetapi juga kesepian di dalam. Ia lebih sering mengorbankan diri daripada meminta bantuan. Cara berpikir ini membuatnya dihormati, tapi juga terasing. Lambat laun, ia mulai menyadari bahwa kekuatan sejati bukanlah soal menahan, melainkan tahu kapan butuh ditopang.

Drama ini ingin menunjukkan bahwa mindset harus kuat tidak selalu mulia jika mengikis diri sendiri. Ini adalah cara berpikir yang ia pelajari untuk bertahan, bukan karena ia benar-benar ingin. Untuk sembuh, ia harus berani melepaskan peran penyelamat yang berlebihan.

2. Merasa Tidak Berharga Saat Menunjukkan Sisi Apa Adanya

Bae Gyeon Woo tumbuh dengan perasaan tidak diinginkan. Ia merasa satu-satunya cara agar orang tetap di sisinya adalah dengan menjadi berguna atau setidaknya, menjadi masalah yang perlu diselesaikan. Secara tidak sadar, ia membiarkan dirinya terus-menerus ketempelan hantu, seolah hanya itu yang membuat Seong A tetap di dekatnya.

Mindset ini membuatnya pasif dalam relasi, bahkan sering menolak untuk didekati. Ia takut ditinggalkan karena pengalaman pahit masa lalu. Ketika ada yang ingin mendekat, ia jadi mempertanyakan kenapa orang itu tetap tinggal. Apakah hanya karena kasihan atau ada tujuan lain? Drama ini mengajak kita memahami bahwa semua orang butuh merasa cukup, tanpa harus menjadi objek untuk dicintai. Gyeon Woo butuh membongkar mindset ini jika ingin tumbuh, bukan hanya selamat.

3. Kesuksesan Baru Berarti Jika Diakui Semua Orang

Bae Gyeon Woo punya tekad kuat untuk sukses, ditambah ia juga punya bakat memanah. Namun sayangnya, ia terlalu fokus pada pengakuan orang lain. Baginya, pencapaian terasa sia-sia kalau tidak ada pujian dan pengakuan semua orang. Pola pikir ini sering membuatnya terjebak dalam rasa kecewa dan cemas. Begitu pula dengan Park Seong A yang merasa dirinya bukan apa-apa, padahal menyimpan kekuatan supranatural yang besar.

Sukses sejati seharusnya lahir dari kebanggaan pribadi, bukan semata-mata dari validasi orang lain. Jika terus bergantung pada pujian, kebahagiaan kita juga akan mudah terkikis.

4. Menjauhkan Diri untuk Menghindar dari Masalah

Bae Gyeon Woo cukup skeptis tentang hubungan dengan orang lain. Ia sebenarnya pernah menjalani kehidupan normal dengan menjalin pertemanan atau mengungkapkan kasih sayang dengan terang-terangan. Namun, semua itu berubah sejak ia sadar ada kutukan yang menempel padanya. Kutukan ini membuatnya kehilangan orang-orang terdekat. Mulai dari teman dekat hingga nenek yang satu-satunya jadi tempat bersandar.

Ketika mengalami kondisi tersebut, Gyeon Woo memutus hubungan dengan siapa pun. Namun, sikap itu tak mengubah apa pun. Ia justru membuang banyak kesempatan karena banyak orang lain mau membantu dengan tulus.

5. Kegagalan Menjadi Pertanda Buruk

Selain punya hati penolong, Seong A juga punya kelemahan lain, yaitu perfeksionisme. Ia sering kali keras pada dirinya sendiri, dan jika sekali gagal, ia langsung merasa tidak layak. Mindset ini membuat Seong A cepat menyerah dan kehilangan kepercayaan diri. Padahal, kegagalan adalah bagian wajar dari proses belajar. Ketika gagal sekali, bukan berarti ia akan gagal lagi.

Seseorang yang tak pernah gagal kemungkinan juga tak pernah mencoba hal baru. Yang terpenting adalah bangkit dan belajar dari kesalahan, bukan malah larut dalam rasa rendah diri.

Head Over Heels memperlihatkan banyak kekeliruan mindset, tapi sering terasa dekat dengan kita. Dari karakter Park Seong A dan Bae Gyeon Woo, kita belajar bahwa niat baik pun bisa jadi bumerang jika tidak diiringi pola pikir yang sehat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini