
Dampak Tarif Impor Amerika Serikat terhadap Ekonomi Indonesia
Pemerintah Indonesia kini menghadapi tantangan baru dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Pada 1 Agustus 2025, tarif impor sebesar 32 persen akan diberlakukan terhadap barang-barang yang berasal dari Indonesia. Kebijakan ini diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Menurutnya, tarif ini merupakan langkah untuk menyeimbangkan defisit perdagangan antara kedua negara.
Pengaruh pada Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Salah satu dampak utama dari penerapan tarif ini adalah tekanan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Amerika Serikat merupakan mitra dagang penting bagi Indonesia, sehingga penurunan volume ekspor ke pasar tersebut bisa berdampak signifikan. Produk-produk unggulan seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) serta minyak hewani dan nabati menjadi salah satu sektor yang paling rentan.
Menurut analisis Direktur Ekonomi Digital dari Central Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, setiap kenaikan tarif impor sebesar 1 persen dapat menyebabkan penurunan ekspor hingga 0,08 persen. Berdasarkan data ini, diperkirakan sekitar 191.000 pekerja di sektor TPT dan 28.000 tenaga kerja di sektor minyak hewani dan nabati berpotensi mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, ancaman masuknya produk dari negara lain juga perlu diperhatikan agar tidak melemahkan industri dalam negeri.
Kenaikan Biaya Produksi dan Harga Jual
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, menjelaskan bahwa tiga aspek utama yang terdampak oleh kebijakan ini adalah:
- Biaya produksi yang meningkat karena penggunaan bahan baku dari Amerika Serikat.
- Penurunan volume ekspor akibat tarif yang lebih tinggi.
- Pengurangan lapangan pekerjaan sebagai konsekuensi dari penurunan ekspor.
Kenaikan biaya produksi akan berdampak langsung pada harga jual produk dalam negeri, yang membuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional semakin sulit.
Sektor Perikanan yang Terpuruk
Sektor perikanan Indonesia juga tidak luput dari dampak tarif ini. Dua komoditas utama, yaitu ikan dan udang, akan terkena dampak dari kebijakan tarif Trump. Laporan dari National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers tahun 2025 menyebutkan bahwa mekanisme investasi sebesar 49 persen juga berlaku untuk sektor perikanan.
Selain itu, Amerika Serikat berencana memprioritaskan usaha penangkapan ikan domestik mereka, termasuk kapal perikanan lokal. Di sisi lain, dukungan finansial untuk pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia juga mengalami penurunan drastis. Hal ini memperparah kesulitan sektor perikanan dalam bersaing di pasar global.
Ancaman terhadap Industri Manufaktur
Kebijakan tarif ini juga memberi dampak serius terhadap praktik transshipment. Transshipment adalah metode di mana eksportir Cina menggunakan negara Asia Tenggara sebagai batu loncatan untuk menghindari tarif tinggi. Untuk mencegah hal ini, Amerika Serikat kemungkinan akan menerapkan aturan asal-usul barang atau Rules of Origin (ROO) yang sangat ketat.
Contohnya, produk Indonesia harus memiliki komponen buatan Cina maksimal 10 persen. Aturan ini dinilai sangat berbahaya karena nyaris mustahil dipenuhi oleh industri manufaktur modern. Akibatnya, sektor ini bisa mengalami tekanan besar, bahkan bisa dianggap sebagai larangan ekspor total.
Dengan demikian, kebijakan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat akan memberikan dampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi Indonesia. Pemerintah dan pelaku bisnis perlu segera merancang strategi yang efektif untuk menghadapi tantangan ini.