Nasional Pembelaan Tom Lembong: Ancaman Oposisi dan Kritik Hukum

Pembelaan Tom Lembong: Ancaman Oposisi dan Kritik Hukum

6
0

Pengalaman Bergabung dengan Oposisi sebagai Awal Perjuangan

Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, memulai perjalanannya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula dengan menjadi bagian dari oposisi. Hal ini menjadi awal dari berbagai tantangan yang dihadapinya, termasuk ancaman pidana yang terus menghantui.

Sebagai mantan Menteri Perdagangan, ia sadar bahwa bergabung dengan tim pemenangan Anies Baswedan pada Pilpres 2024 adalah tindakan yang bisa menimbulkan konsekuensi hukum. Ia menyatakan bahwa sinyal jelas diberikan oleh penguasa, bahwa keikutsertaannya dalam oposisi akan membuatnya terancam dipidana.

“Sinyal dari penguasa sangat jelas. Saya bergabung ke oposisi, maka saya terancam dipidana,” ujar Tom Lembong saat membacakan pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Ancaman tersebut semakin jelas ketika surat perintah penyidikan (sprindik) kasus impor gula diterbitkan Kejaksaan Agung pada Oktober 2023. Menurut Tom Lembong, terbitnya sprindik ini bukanlah kebetulan, karena terjadi setelah dirinya resmi bergabung dalam tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Perubahan Tuduhan oleh Kejaksaan

Tom Lembong juga menyebut bahwa Kejaksaan Agung telah mengubah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Awalnya, Kejaksaan menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukannya adalah merumuskan kebijakan yang merugikan negara. Selain itu, mereka juga menuduhnya dan industri gula swasta telah merugikan konsumen.

Namun, empat bulan kemudian, dalam dakwaan yang diterbitkan oleh jaksa penuntut, Kejaksaan “menggeser gawang” dengan mengganti kedua tuduhan tersebut. Kini, kebijakan yang dibuatnya dan tindakan industri gula swasta dinilai telah menyebabkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) membayar harga yang lebih mahal untuk gula putih yang dibeli dari industri gula swasta.

Selain itu, kebijakan tersebut dianggap mengakibatkan kerugian negara, karena impor bahan baku dikenakan tarif bea masuk yang lebih rendah daripada impor barang jadi. Kejaksaan menyatakan bahwa pembayaran bea masuk yang lebih rendah menyebabkan kerugian negara.

Perubahan Kerugian Negara dan Keterlibatan Pihak Lain

Selain dua hal tersebut, Tom Lembong juga menyampaikan bahwa jumlah kerugian negara berubah dari Rp 400 miliar menjadi Rp 578 miliar. Perubahan ini tidak didasarkan pada bukti baru, tetapi karena perubahan dasar perhitungan kerugian negara antara tanggal dirinya dinyatakan tersangka dan tanggal terbitnya dakwaan.

Ia juga menyatakan bahwa kejaksaan tidak pernah menyampaikan audit BPKP pada saat menjatuhkan dakwaan, yang merupakan pelanggaran serius terhadap haknya sebagai terdakwa. Audit BPKP baru diserahkan setelah 13 kali persidangan, sehingga tidak dapat digunakan untuk menanyakan kejanggalan yang muncul.

Tidak hanya itu, Tom Lembong juga menyoroti sikap Kejaksaan dan BPKP yang menolak memperlihatkan Kertas Kerja auditor BPKP yang mengaudit perkaranya. Meskipun ada kejanggalan dan kesalahan matematis dalam audit tersebut, kejaksaan tetap menolak mengungkapkannya.

Tidak Menerima Aliran Dana dan Keterlibatan Pihak Lain

Tom Lembong menegaskan bahwa dirinya tidak menerima aliran dana saat menjabat sebagai Mendag dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Bahkan sejak awal, Kejaksaan tidak pernah menuduhnya menerima apapun, dalam bentuk apapun, dari siapapun, dan kapanpun.

Ia juga menyebutkan bahwa dalam berkas perkaranya, nama PT Adikarya Gemilang dan APTRI Jawa Tengah serta Lampung lenyap dari perkara. Hal ini menunjukkan adanya keganjilan dalam pengusutan kasus ini.

Penegakan Hukum dan Kecerdasan Buatan

Dalam sidang tersebut, Tom Lembong juga menyebutkan tentang kecanggihan kecerdasan buatan (AI). Ia mengungkap bahwa AI menyatakan dirinya tak bersalah jika ditanyakan dan diperintahkan untuk menyimpulkan kasus dugaan korupsi importasi gula berdasarkan fakta persidangan yang ada.

Berdasarkan jawaban AI tersebut, Tom Lembong menilai bahwa integritas penegakan hukum dapat dipertanyakan dalam beberapa tahun ke depan. Masyarakat dapat mencari jawaban yang objektif lewat kecerdasan buatan yang semakin canggih setiap harinya.

Penutup Pledoi dan Harapan

Menutup pledoinya, Tom Lembong menyatakan bahwa dirinya bukanlah malaikat atau pahlawan. Ia hanya warga biasa yang kebetulan diberkahi banyak rezeki selama hidupnya. Ia juga mengaku terinspirasi oleh warga Indonesia yang penuh keberanian menghadapi aparat demi memperjuangkan hak, kebenaran, dan keadilan.

Akhirnya, Tom Lembong berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dapat menegakkan keadilan dalam perkara rasuah yang menjeratnya. Ia mengajukan permohonan agar majelis hakim dapat membebaskannya dari semua tuntutan jaksa penuntut umum.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini