
Asal Usul dan Sejarah Pacu Jalur
Pacu Jalur adalah salah satu olahraga tradisional Indonesia yang kini sedang viral di media sosial. Olahraga ini berasal dari Provinsi Riau, khususnya Kabupaten Kuantan Singingi. Istilah “pacu” merujuk pada kegiatan berlomba atau mendayung, sementara “jalur” merupakan sebutan lokal untuk perahu panjang tradisional yang digunakan dalam perlombaan ini.
Asal usul Pacu Jalur dapat ditelusuri hingga abad ke-17, ketika jalur difungsikan sebagai alat transportasi utama masyarakat Rantau Kuantan. Pada masa itu, akses darat masih terbatas sehingga jalur digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu, sekaligus sebagai sarana perjalanan dari satu desa ke desa lainnya. Perahu tersebut mampu memuat hingga 60 orang dan dibuat dari satu batang pohon utuh, dengan panjang mencapai 20 hingga 30 meter serta diameter sekitar satu meter.
Seiring waktu, fungsi jalur mengalami transformasi. Perahu yang awalnya bersifat fungsional mulai diberi sentuhan artistik berupa ukiran hewan-hewan mitologis seperti ular, buaya, dan harimau. Selain itu, dilengkapi pula dengan ornamen khas seperti payung, tali-temali, selendang, dan gulang-gulang (tiang tengah). Hiasan ini menjadi simbol status sosial, karena hanya bangsawan, datuk, atau pemuka adat yang memiliki jalur berhias.
Sekitar satu abad kemudian, jalur tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi mulai difungsikan sebagai bagian dari ajang perlombaan. Pada mulanya, perlombaan ini digelar dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam, seperti 1 Muharram, Maulid Nabi, dan Idul Fitri. Namun, sejak masa kolonial Belanda, Pacu Jalur juga dijadikan perayaan kenegaraan, misalnya untuk memperingati hari lahir Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Saat itu, perlombaan bisa berlangsung selama dua hingga tiga hari, tergantung banyaknya peserta.
Pasca kemerdekaan, makna Pacu Jalur kembali bergeser. Kini, tradisi ini menjadi bagian dari perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan rutin digelar setiap bulan Agustus. Pemerintah daerah bahkan telah menetapkan Pacu Jalur sebagai agenda tahunan dan memasukkannya dalam kalender pariwisata nasional. Festival ini bukan hanya sekadar perlombaan, melainkan juga pesta rakyat yang selalu ditunggu-tunggu, bahkan oleh warga perantauan yang rela pulang kampung demi menyaksikan kemeriahannya.
Cara dan Waktu Menonton Festival Pacu Jalur
Bagi masyarakat Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi, Festival Pacu Jalur merupakan momen yang paling dinanti setiap tahunnya. Dalam buku Explore Indonesia karya Puput Alvia, perlombaan mendayung ini biasanya diselenggarakan setiap tanggal 23–26 Agustus sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Lokasi utama festival berada di Kota Taluk Kuantan, tepat di sepanjang aliran Sungai Kuantan.
Bila ingin menyaksikan Festival Pacu Jalur, disarankan datang lebih awal karena kota akan sangat padat. Antusiasme warga lokal dan perantauan membuat Taluk Kuantan berubah menjadi pusat keramaian yang membludak. Perlombaan tersebut dimulai dengan bunyi dentuman meriam bukan peluit karena luasnya arena yang membuat suara peluit sulit terdengar. Sorak-sorai penonton, kibaran bendera, serta warna-warni kostum para pendayung pun menambah kemeriahan suasana festival.
Tarian Anak di Atas Perahu Pacu Jalur Viral hingga Klub Dunia Ikutan
Siapa sangka tarian energik dari seorang anak di ujung perahu Pacu Jalur bisa mencuri perhatian dunia? Gerakannya yang penuh semangat viral di media sosial, hingga menginspirasi klub sepak bola ternama seperti Paris Saint-Germain (PSG) dan AC Milan untuk ikut menirukannya.
Melalui akun TikTok resminya, PSG membagikan video kompilasi selebrasi gol pemain seperti Bradley Barcola dan mantan bintang mereka, Neymar. Momen tersebut dipadukan dengan cuplikan tarian khas anak Pacu Jalur asal Riau. “Auranya sampai ke Paris,” tulis PSG dalam unggahannya, lengkap dengan efek visual yang menghibur sekaligus membanggakan.
Gaya tarian anak tersebut kemudian ramai disebut sebagai bentuk aura farming, istilah yang sedang populer di kalangan Gen Z dan Generasi Alpha. Dalam konteks ini, aura merujuk pada kesan keren atau menarik yang terpancar dari seseorang. Sementara itu, farming adalah istilah dari dunia permainan online yang berarti mengumpulkan sesuatu secara berulang dalam jumlah banyak. Jadi, aura farming bisa dimaknai sebagai upaya menunjukkan daya tarik diri agar makin disorot banyak orang.
Tidak hanya PSG, AC Milan juga turut mengikuti tren ini. Akun TikTok mereka menampilkan maskot klub, Milanello, yang menirukan tarian Pacu Jalur dengan semangat dan gaya jenaka. Tentu saja, istilah aura juga disematkan sebagai bagian dari tren viral tersebut.
Tren ini bahkan menjangkau dunia olahraga Amerika. Travis Kelce, bintang National Football League (NFL) yang juga pasangan penyanyi Taylor Swift, turut membagikan video anak penari Pacu Jalur dari Riau. Ia menambahkan komentar singkat yang bikin senyum-senyum sendiri, “Auranya keren,” lengkap dengan tagar #Indonesia dan #AuraFarming.
Ini menunjukkan bahwa budaya lokal seperti Pacu Jalur benar-benar punya daya tarik yang luar biasa. Tarian sederhana yang dibawakan anak daerah bisa menginspirasi dunia dan ikut mengharumkan nama Indonesia.