
Penindakan Terhadap Praktik Curang di Sektor Pangan
Kepolisian Indonesia telah mengambil tindakan terhadap dugaan praktik curang yang dilakukan oleh sejumlah produsen beras premium. Hal ini dilakukan setelah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan adanya kecurangan dalam industri pangan. Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menyatakan bahwa pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah produsen beras premium dan menemukan 26 merek yang diduga menjual produk biasa dengan kemasan dan label premium.
Helfi menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk memberantas mafia pangan yang merugikan petani dan masyarakat luas. Ia menegaskan bahwa sebanyak 14 merek dari total 26 yang terindikasi melakukan pelanggaran berasal dari empat perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa produk-produk tersebut tidak memenuhi standar mutu, berat bersih, serta harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Empat perusahaan besar yang telah diperiksa antara lain Wilmar Group dengan merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip; Food Station Tjipinang Jaya dengan merek Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos; Belitang Panen Raya (BPR) dengan produk Raja Platinum dan Raja Ultima; serta Sentosa Utama Lestari di bawah naungan Japfa Group dengan merek Ayana. Keempat perusahaan ini diketahui memasarkan merek-merek ternama yang beredar luas sebagai produk premium, namun diduga melanggar aturan terkait kualitas, mutu, dan harga jual.
Jika terbukti ada unsur pidana, Helfi menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Investigasi gabungan yang melibatkan Kementerian Pertanian, Satgas Pangan Polri, dan Kejaksaan Agung juga mengungkap modus kecurangan seperti penjualan beras dengan mutu tidak sesuai, berat tidak akurat, serta harga melebihi ketentuan HET.
Pengamat pertanian dari Universitas Andalas, Muhammad Makky, mengapresiasi langkah cepat Satgas Pangan dalam mengusut kasus pupuk palsu dan gula oplosan. Menurutnya, tindakan tersebut sangat penting karena sektor pupuk dan gula berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan. Ia berharap pengusutan mafia pangan dilakukan hingga tuntas.
Sementara itu, Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menyoroti dugaan keterlibatan Wilmar Group dalam kasus ini. Ia menilai praktik tersebut merugikan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Hudi menegaskan bahwa jika terbukti bersalah, perusahaan tersebut harus mendapatkan sanksi tegas. Ia juga mengingatkan bahwa Wilmar Group pernah tersangkut kasus korupsi pada 2022 terkait fasilitas ekspor CPO dan dugaan suap dalam pengkondisian putusan lepas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Mentan Amran Sulaiman menekankan bahwa tidak ada alasan logis bagi harga beras yang terus meningkat, meskipun produksi dan stok nasional mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Pernyataannya didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik, FAO, dan Kementerian Pertanian Amerika Serikat. Ia menanyakan alasan kenapa harga beras tetap naik meskipun produksi dan stok meningkat.