Hukum Tom Lembong Dihukum 7 Tahun: Kekacauan Korupsi Impor Gula

Tom Lembong Dihukum 7 Tahun: Kekacauan Korupsi Impor Gula

11
0

Sidang Pembacaan Tuntutan Tom Lembong di Pengadilan Tipikor

Pada Jumat, 4 Juli 2025, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, menghadapi sidang pembacaan tuntutan dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Sidang ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang yang dipimpin oleh hakim Dennie Arsan Fatrika ini terbuka untuk umum dan dihadiri oleh istri Tom Lembong, Franciska Wihardja.

Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menuntut Tom Lembong dengan hukuman pidana tujuh tahun penjara serta denda sebesar Rp 750 juta yang dapat diganti dengan enam bulan kurungan. Penuntutan ini berdasarkan dugaan tindak pidana korupsi impor gula yang dilakukan selama masa jabatannya.

Tom Lembong didakwa melakukan tindakan tidak sesuai prosedur dalam penerbitan 21 surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) kepada 10 perusahaan pada tahun 2015–2016. Menurut JPU, surat-surat tersebut diterbitkan tanpa koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Padahal, perusahaan yang menerima izin tersebut adalah produsen gula rafinasi yang seharusnya tidak memiliki wewenang untuk mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP).

Kebijakan tersebut disebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578,1 miliar. Selain itu, Tom Lembong juga tidak menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pengendali ketersediaan dan harga gula. Sebaliknya, ia memilih beberapa koperasi seperti Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Puskopol, dan SKKP TNI/Polri.

Menariknya, dalam tuntutan tersebut, jaksa tidak menuntut pidana tambahan berupa uang pengganti kepada Tom Lembong. Alasannya, ia dinilai tidak secara langsung menikmati hasil korupsi. Jaksa menyatakan bahwa pidana tambahan hanya dibebankan kepada pihak swasta yang juga menjadi terdakwa dalam perkara yang sama.

“Terhadap pihak swasta tersebut dapat dibebankan pidana tambahan membayar uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,” kata JPU.

Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, Tom Lembong menyampaikan kekecewaannya. Ia menyebut tuntutan jaksa seperti menyalin surat dakwaan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam lebih dari 20 kali persidangan. “Saya terheran-heran dan kecewa karena tuntutan yang dibacakan sepenuhnya mengabaikan 100 persen dari fakta-fakta persidangan,” ungkap Tom.

Ia mengaku telah kooperatif selama penyelidikan, termasuk menjalani pemeriksaan hingga larut malam dan selalu hadir tepat waktu. Ia kemudian mempertanyakan profesionalitas Kejaksaan Agung dan menyebut proses yang dijalaninya seperti berada dalam dunia khayalan.

Selain Tom Lembong, kasus ini juga melibatkan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), Charles Sitorus, yang turut menjadi terdakwa. Keduanya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa menyebutkan bahwa perbuatan Tom Lembong dilakukan secara bersama-sama, dengan penerbitan izin impor yang melibatkan sejumlah koperasi dan perusahaan yang tidak berwenang. Kerugian negara yang terjadi, menurut jaksa, merupakan akibat langsung dari penyimpangan prosedur tersebut.

“Saya menunggu penilaian masyarakat atas peristiwa yang baru saja kita saksikan dalam persidangan saya hari ini,” kata Tom menutup keterangannya.

Sidang putusan dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini