
Penyelidikan KPK Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut
KPK terus melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi yang menimpa mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Selain menggeledah rumah pribadi Topan, lembaga antirasuah ini juga melakukan penggeledahan di kantor Dinas PUPR Mandailing Natal. Dalam operasi tersebut, tim KPK menemukan dokumen-dokumen penting terkait dengan pengadaan proyek yang telah dilakukan pengamanan.
Sebelumnya, KPK menyita dua senjata api usai menggeledah rumah Topan pada 2 Juli 2025. Senjata api tersebut berupa pistol Beretta dengan amunisi tujuh butir dan senapan angin dengan dua pak amunisi. Meski Ketua Humas Perbakin Medan Hanjaya Tiopan menyatakan bahwa senjata tersebut legal, KPK tetap memastikan status hukumnya melalui koordinasi dengan kepolisian.
Koordinasi dengan Kepolisian
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa penentuan legalitas senjata api tersebut berada di bawah kewenangan kepolisian. “Karena itu bukan ranahnya KPK ya, jadi terkait dengan asal usulnya, terkait dengan statusnya apakah legal atau tidak legal, itu menjadi kewenangan di Kepolisian,” ujarnya.
Selain itu, KPK juga masih mengembangkan kasus korupsi yang menjerat Topan. Penggeledahan di kantor Dinas PUPR Mandailing Natal dilakukan setelah KPK menemukan dokumen-dokumen di rumah tersangka M Akhirun Pilang selaku Dirut PT DNG yang menangani proyek jalan di Sumut. Dokumen tersebut membuktikan adanya keterlibatan tersangka dalam beberapa proyek bersama Dinas PUPR Mandailing Natal.
Penemuan Dokumen dan Proyek yang Terlibat
Dari penggeledahan di tempat Akhirun Pilang, KPK menemukan bukti-bukti bahwa tersangka juga mengerjakan proyek-proyek di wilayah Madina, Mandailing Natal, serta kota Padangsidimpuan. Hal ini menunjukkan bahwa dugaan korupsi tidak hanya terjadi di tingkat provinsi, tetapi juga mencakup wilayah-wilayah lain.
Penggeledahan oleh KPK tidak hanya dilakukan di satu lokasi. Sebelumnya, pada Jumat (4/7) pekan lalu, KPK juga melakukan penggeledahan di sejumlah tempat terkait dugaan korupsi proyek jalan wilayah Sumut. Meski lokasi yang digeledah belum diungkapkan secara rinci, Budi menyebut ada beberapa rangkaian kegiatan yang sedang dilakukan.
Desakan dari Lembaga Anti-Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) mendesak KPK untuk menelusuri aliran dana dugaan korupsi yang menyeret Topan. Mereka menyarankan KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menginvestigasi aliran dana tersebut.
Selain itu, ICW dan SAHdaR juga meminta KPK memanggil pihak-pihak terkait yang diduga terlibat dalam proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut. Mereka menegaskan bahwa dugaan korupsi harus diusut tuntas.
Sistem E-Katalog yang Tidak Efektif
Wana Alamsyah dari ICW menyampaikan bahwa pemufakatan jahat yang dilakukan Topan bersama empat tersangka lainnya berupa pengaturan proyek melalui e-katalog. “Terungkapnya kasus dugaan korupsi pembangunan dan pemeliharaan jalan di Sumut membuktikan platform katalog elektronik tidak serta-merta menutup ruang korupsi dalam proyek-proyek pemerintah,” katanya.
Menurut Wana, e-katalog sering kali dijadikan kedok untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan para pelaku pengadaan. Ia menyoroti perlunya keterbukaan informasi kontrak pengadaan yang meliputi tahap perencanaan, pemilihan, dan pelaksanaan.
Persyaratan Informasi Kontrak Pengadaan
ICW dan SAHdaR menyayangkan keterbukaan informasi kontrak pengadaan melalui e-katalog yang tidak dijalankan dengan baik. Hal ini membuat publik kesulitan dalam melakukan pengawasan. Mereka menyarankan agar LKPP membuat mekanisme early warning system untuk seluruh metode pengadaan publik.
Selain itu, mereka juga mendesak LKPP menyediakan kanal informasi sebagai fasilitas bagi seluruh kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah dalam memberikan informasi sesuai amanat Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2021.
Tersangka yang Terlibat dalam Kasus Ini
Dalam OTT kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut, tidak hanya Topan yang ditetapkan sebagai tersangka. Ada empat orang lainnya yang juga terlibat, antara lain:
- Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
- Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut.
- M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Pilang masing-masing sebagai rekanan.