
Sidang Eks Kapolres Ngada Digelar Tertutup, LSM Mengkritik Proses Hukum
Sidang pembacaan nota pembelaan atau eksepsi terhadap eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kupang pada Senin, 7 Juli 2025. Seperti sidang perdana yang berlangsung pekan lalu, proses hukum ini juga dilakukan secara tertutup. Hal ini menimbulkan pertanyaan dan kritik dari sejumlah lembaga masyarakat sipil.
Di depan PN Kupang, sebuah kelompok aktivis perempuan bernama Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (Sakshinor) melakukan aksi unjuk rasa. Mereka menilai ada ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Ridho, narahubung LSM tersebut, menyatakan bahwa pihaknya mengkritik dugaan impunitas dalam kasus narkoba serta perlakuan istimewa terhadap terdakwa di rutan. Ia menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga keadilan bagi korban.
Alasan Sidang Digelar Tertutup
Humas PN Kupang, Consilia L Palang Ama, menjelaskan bahwa sidang perkara kekerasan seksual terhadap anak, yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, digelar tertutup karena merujuk pada Pasal 153 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa persidangan terbuka untuk umum, kecuali jika perkara terkait kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak.
“Perkara ini digelar tertutup karena menyangkut kesusilaan. Selain itu, banyak saksi korban yang masih anak-anak, sehingga tidak dapat diakses oleh media dan publik,” ujar Consilia.
Menurut informasi dari situs Fahum.umsu.ac.id, sidang tertutup berarti masyarakat tidak bisa hadir langsung dalam persidangan. Hanya pihak yang terlibat secara langsung atau kuasa hukum yang diperbolehkan hadir. Aturan ini juga diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tujuan Sidang Tertutup
Pelaksanaan sidang tertutup memiliki beberapa alasan penting. Dalam beberapa kasus, informasi yang diungkap selama persidangan bisa bersifat sensitif dan membahayakan privasi pihak-pihak terlibat. Sidang juga harus tertutup bila membahas topik yang kontroversial dan berpotensi memicu kerusuhan atau gangguan ketertiban umum.
Selain itu, jika sidang berkaitan dengan rahasia negara atau informasi keamanan nasional, maka harus dilakukan secara tertutup agar tidak membahayakan kepentingan negara. Begitu pula dengan sidang terhadap anak-anak yang terlibat dalam perkara pidana, yang harus dilindungi dari paparan publik yang bisa berdampak buruk pada mental dan perkembangan mereka.
Kapan Sidang Harus Digelar Tertutup?
Ada empat kondisi di mana sidang perkara harus dilakukan secara tertutup:
Sengketa terkait ketertiban umum atau keselamatan negara
Berdasarkan Pasal 70 ayat (2) UU PTUN, sidang sengketa ini dilakukan secara tertutup untuk menjaga kerahasiaan informasi yang bisa membahayakan keamanan negara atau memicu kerusuhan.Pemeriksaan gugatan perceraian
Sidang pemeriksaan gugatan cerai dilakukan secara tertutup sesuai Pasal 80 ayat (2) UU Peradilan Agama. Ini dilakukan untuk melindungi privasi pihak-pihak yang terlibat dalam perceraian.Perkara kesusilaan, rahasia militer, dan rahasia negara
Sidang perkara kesusilaan, rahasia militer, dan rahasia negara digelar tertutup sesuai Pasal 141 ayat (2) dan (3) UU Peradilan Militer. Rahasia negara dan informasi terkait kesusilaan harus dirahasiakan untuk menjaga kepentingan negara atau individu.Pemeriksaan perkara anak
Anak-anak yang terlibat dalam perkara pidana harus dilindungi dari paparan publik yang bisa membahayakan perkembangan mental mereka. Hal ini diatur dalam Pasal 54 UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Penyelidikan Kasus Kekerasan Seksual
Dalam sidang pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan terhadap eks Kapolres Ngada. Ia diduga mencabuli dan menyetubuhi tiga anak perempuan di bawah umur, termasuk seorang anak berusia lima tahun. Kejadian ini terjadi di sejumlah hotel di Kupang antara Juni 2024 hingga Januari 2025. Fajar juga diduga merekam aksi pencabulan menggunakan ponsel pribadi.