

Pemerintah memutuskan untuk menghapus rencana kebijakan diskon tarif listrik dari lima paket kebijakan insentif yang akan mulai berlaku Juni-Juli 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan utama pembatalan itu karena proses penganggaran tidak cukup cepat untuk mengejar target pelaksanaan.
“Diskon listrik, ternyata, untuk kebutuhan atau proses penganggarannya jauh lebih lambat. Kalau tujuannya adalah Juni dan Juli, kita memutuskan tidak bisa dijalankan,” ujar Sri Mulyani usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto.
Sebagai gantinya, pemerintah memilih mengalihkan anggaran ke program Bantuan Subsidi Upah (BSU). Ia menilai kebijakan itu lebih siap dari sisi data dan eksekusi.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pada tahap awal perancangan, BSU masih menimbulkan pertanyaan terkait sasaran penerima karena pengalaman sebelumnya saat pandemi covid-19, data penerima masih perlu dibersihkan. Namun, seiring waktu, data yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan telah diperbarui dan terverifikasi untuk menjangkau pekerja berpenghasilan di bawah Rp3,5 juta.
“Sekarang, karena data BPJS Ketenagakerjaan sudah clean untuk betul-betul pekerjaan di bawah Rp3,5 juta, dan sudah siap, maka kita memutuskan dengan kesiapan data dan kecepatan program, kita menargetkan untuk bantuan subsidi upah,” ujarnya.
Sebelumnya, wacana diskon tarif listrik disampaikan Menteri Koordinator bidang Ekonomi Airlangga Hartarto. Insentif tersebut diberikan dalam bentuk potongan tarif listrik sebesar 50 persen bagi sekitar 79,3 juta pelanggan rumah tangga dengan daya listrik maksimal 1300 VA. Namun, diskon tarif listrik batal karena minimnya persiapan. (E-3)