Ekonomi & Bisnis Penghapusan Impor Ethanol Tanpa Seleksi Berpotensi Ancam Industri

Penghapusan Impor Ethanol Tanpa Seleksi Berpotensi Ancam Industri

26
0
 Penghapusan Impor Ethanol Tanpa Seleksi Berpotensi Ancam Industri
Ilustrasi(Dok Aspendo)

PARA pelaku industri ethanol nasional yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Spiritus dan Ethanol Indonesia (Apsendo) menyampaikan keprihatinan yang serius atas inisiatif pemerintah untuk meniadakan persyaratan persetujuan impor (PI) bagi produk ethanol dengan kode Harmonized System (HS) 2207 (dikategorikan sebagai bahan bakar lain). 

Rancangan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No 30/2023 juncto Permendag No 8/2024 yang saat ini sedang dalam tahap public hearing menjadi fokus utama perhatian asosiasi.

Perlu diketahui, ethanol memiliki beragam klasifikasi HS Code yang berbeda. Pertama, HS Code 2207.20.11 adalah ethanol denaturasi lebih besar dari 99% (fuel grade) untuk biofuel yang impornya masih mungkin dipertimbangkan secara terbatas melalui kajian mendalam.

Kedua, HS Code 2207.10.00 iaah ethanol tidak denaturasi, umum digunakan pada farmasi, industri makanan dan minuman, serta pengolahan rempah. Ketiga, HS Code 2207.20.19 mencakup ethanol denaturasi lainnya untuk kosmetik, keperluan rumah tangga, dan aplikasi teknis industri. 

“Penghapusan PI secara menyeluruh tanpa membedakan klasifikasi akan berisiko besar bagi berbagai sektor. Kami khawatir dengan rencana penghapusan PI untuk semua golongan ethanol dalam HS Code 2207,” kata Ketua umum Apsendo Izmirta Rachman, di Jakarta, Selasa (20/5).

Menurutnya, jika kebijakan itu tak dikelola hati-hati tanpa pembedaan jelas akan jadi hantaman bagi industri ethanol nasional yang melakukan investasi signifikan dan berkontribusi nyata bagi perekonomian negara. “Kami memahami niat pemerintah untuk melancarkan arus perdagangan, tetapi kelonggaran impor ini seharusnya tidak mengorbankan eksistensi industri strategis di negeri sendiri,” tambah Izmirta.

Ia melanjutkan kebijakan ini juga berpotensi meruntuhkan pilar-pilar industri ethanol di Tanah Air. “Ini akan mengancam keberlanjutan sektor pergulaan nasional serta berdampak buruk langsung kepada para petani tebu,” ujarnya.

Lebih jauh, kata dia, asosiasi melihat pelonggaran aturan impor ini terkesan hanya menitikberatkan pada kemudahan pemasukan barang dari luar negeri tanpa ada timbal balik berupa kemudahan ekspor.

Ia menambahkan penghapusan kewajiban PI untuk seluruh jenis ethanol tanpa pertimbangan cermat berpotensi memicu dampak signifikan bagi keberlangsungan industri dan stabilitas ekonomi nasional.

Pertama, industri ethanol dalam negeri yang memiliki kapasitas produksi melampaui 300 ribu kiloliter per tahun, dapat terancam oleh kelebihan pasokan dari produk impor.

“Kedua, kebijakan ini bisa menggerus potensi devisa negara dari ekspor ethanol yang kini mencapai lebih dari US$150 juta per tahun. Ketiga, potensi hilangnya lapangan kerja dan investasi lokal pada industri ethanol dan gula jika pasar domestik dibanjiri produk impor,” ujarnya.

Menyikapi itu, Apsendo mendesak pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang lebih terukur yaitu pendekatan diferensial berdasarkan kode HS.

“Untuk HS 2207.20.11 (fuel grade ethanol), impor dapat dipertimbangkan terbatas dan pengawasan ketat demi mendukung program biofuel nasional dengan prioritas utama pemanfaatan pasokan dalam negeri,” kata Izmirta.

Untuk HS 2207.10.00 dan HS 2207.20.19 (ethanol industri dan teknis), Apsendo merekomendasikan kewajiban PI tetap diberlakukan. Langkah ini untuk menjaga keberlangsungan industri ethanol lokal, melindungi sektor pergulaan nasional, serta menjamin kesejahteraan petani tebu. 

“Kami berpandangan deregulasi di ranah ekspor ethanol justru lebih mendesak direalisasikan mengingat kini ekspor ethanol masih dibebani persyaratan persetujuan ekspor (PE) dan Laporan Surveyor (LS) yang dinilai menghambat daya saing di pasar global.” jelasnya.

Apsendo juga mengimbau pemerintah tidak tergesa-gesa mengambil kebijakan deregulasi ini melainkan melibatkan para pemangku kepentingan industri ethanol dalam dialog konstruktif dan data akurat.

“Asosiasi berkeyakinan deregulasi yang tak terukur hanya menghasilkan efisiensi semu dan berpotensi merusak ketahanan ekonomi nasional pada sektor yang memiliki nilai strategis ini,” tutupnya. (H-2)

Tinggalkan Balasan