

THOMAS Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong mengeluhkan masa penahanannya yang disebut agak lama. Ia juga menyatakan harapannya agar kebenaran dapat diungkapkan dalam proses di pengadilan.
Hal tersebut disampaikan Tom Lembong menjawab pertanyaan media terkait berkas perkaranya yang telah dilimpahkan oleh oleh penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.
“Tentunya, tetap saja kebenaran. Supaya kebenaran terungkap,” ujar tersangka kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, tersebut di Gedung Kejari Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (14/2).
Dalam kesempatan tersebut, Tom juga mengeluhkan lamanya penyidikan dan masa penahanan terhadap dirinya.
“Saya sudah ditahan 3 bulan. Jadi, buat saya agak lama prosesnya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra mengatakan bahwa pada hari Jumat ini pihaknya menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dua tersangka dalam kasus tersebut atas nama Tom Lembong dan Charles Sitorus.
Usai dilimpahkan, kata dia, keduanya akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan, mulai 14 Februari 2025 sampai dengan 5 Maret 2025.
“Untuk TTL ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan Charles Sitorus atau CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Masing-masing untuk 20 hari ke depan sambil menunggu jaksa penuntut umum menyelesaikan dan menyempurnakan surat dakwaan,” ucapnya.
Dikatakan bahwa surat dakwaan yang dipersiapkan itu akan diserahkan dalam tahap pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Diketahui bahwa Kejagung telah menetapkan 11 orang tersangka dalam kasus tersebut. Dua di antaranya adalah Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016 dinilai penyidik sebagai perbuatan melanggar hukum. Aklbat perbuatan ini, negara disebut mengalami kerugian. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melaporkan kerugian negara sebesar Rp578 miliar. (Ant/H-2)