

Persoalan calon bupati Kabupaten nomor urut 2 Saipullah Nasution yang mendapatkan suara terbanyak, terlambat menyerahkan surat tanda terima Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menjadi persoalan pada sidang gugatan perkara Pilkada Kabupaten Mandailing Natal tahun 2024 di Gedung MK pada Kamis (13/2).
Pada sidang perkara Nomor 32/PHPU.BUP-XXIII/2025, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal Nomor Urut 1 Harun Mustafa Nasution dan Muhamad Ichwan Husein Nasution selaku pemohon, menghadirkan Saut Situmorang dan Titi Anggraini sebagai ahli, serta menghadirkan saksi Arsidin Batubara dan Zuhri Musthafa Nasution.
Saut Situmorang mengatakan bahwa dokumen LHKPN sarat dengan makna filosofis karena berkait dengan kewajiban dari wajib lapor atau penyelenggara negara sehingga penting menjunjung prinsip transparan, akuntabel, bebas dari konflik kepentingan demi menjaga prinsip pemberantasan korupsi.
“Dalam hal ini, prinsip kepatuhan bagian penting dalam pemberantasan korupsi, karena tata kelola penyelenggara negara penting dalam untuk menciptakan good governance. Proses pencalonan dikaitkan dengan LHKPN ini karena merupakan tempat yang dapat menjadi bagian bagaimana keterpaduan antara pertanggungjawaban tugas yang akan dilaksanakan calon (Bupati dan Wakil Bupati),” katanya.
Saut menilai, korupsi bisa masuk dari pintu yang sangat sempit, termasuk dengan tidak melaporkan LHKPN dengan sesuai jadwal. Menurutnya, jika LHKPN tidak dilaporkan, maka akan berpotensi dilakukannya perilaku korupsi.
“Sehingga surat edaran KPU adalah sesuatu yang simple untuk dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh pihak yang dituju darinya. LHKPN tak hanya syarat administrasi saja,” jelas Saut.
Kejujuran pasangan calon
Sementara itu, Ahli berikutnya Titi Anggraini mengatakan kejujuran calon untuk memberikan informasi yang benar dan komprehensif sangat dibutuhkan sebagai basis untuk mengenali dan menilai rekam jejak personal calon, hal ini merujuk pada Pasal 7 ayat (2) huruf j UU 10/2016.
“Maka keikutsertaan calon yang tidak memenuhi syarat membuat suara pemilih menjadi tidak berharga dan terbuang sia-sia. Membiarkan calon yang tidak memenuhi syarat mengikuti pemilihan merupakan tindakan ilegal dan inkonstitusional yang dapat diklasifikasi sebagai perbuatan subversif terhadap pemilu demokratis yang jujur, adil, dan berkepastian hukum,” terang Titi.
Atas hal itu, Titi menilai MK harus mengambil tindakan tegas untuk mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti tidak memenuhi persyaratan calon.
Lebih lanjut, Saksi fakta pemohon, Zuhri Musthafa Nasution yang juga Ketua Pemenangan Paslon 01 memberikan kesaksian bahwa pada 10 November 2024 dilakukan rapat evaluasi yang didapati beberapa kepala daerah yang belum melengkapi LHKPN. Singkatnya, didapati pada laman KPK bahwa Pihak Terkait dinyatakan LHKPN tidak terinformasi.
“Oleh karenanya disepakati melakukan penelusuran ke KPK dan didapati LHPKN atas Syaifullah Nasution terdaftar pada masa 2021 untuk pejabat bea dan cukai dan ini akun aktif yang seharusnya dilaporkan secara periodik. Pertanyaan kami, LHKPN pada 16 Oktober 2024 yang diserahkan dokumen seperti apa. Barulah atas penemuan ini, kami bertemu di Medan dan sepakat melaporkan temuan ini ke Bawaslu,” tutur Zuhri.
Tidak penuhi syarat
Pada kesempatan yang sama, saksi kedua dari pemohon, Arsidin Batubara menceritakan bahwa pada 14 November 2024 pihaknya melapor kepada Bawaslu dan pada 16 November 2024 diinformasikan laporan tersebut dilimpahkan ke Bawaslu Mandailing Natal. Selanjutnya pada 18 November 2024, Arsidin hadir di Bawaslu dan mendapatkan klarifikasi adanya rekomendasi KPU.
“Bahwa Bawaslu menetapkan Syaifullah belum/tidak memenuhi syarat pada 22 November 2024 dan pada 25 November 2024, KPU menjawab rekomendasi tersebut, tetapi KPU tidak melaksanakan sebagaimana mestinya, justru KPU menyebutkan memberikan kesempatan untuk memperbaiki dokumen sesuai edaran KPK,” ungkap Arsidin.
Sementara Pihak Terkait (Pasangan Calon Nomor Urut 02 Saipullah Nasution–Atika Azmi Utammi) menghadirkan ahli I Gde Pantja Astawa, Aswanto, dan Zainal Arifin Mochtar, serta menghadirkan saksi Romiansah. Sedangkan KPU Kabupaten Mndailing Natal (Termohon) menghadirkan ahli Hasyim Asy’ari.
I Gede Pantja Astawa mengungkapkan bahwa Surat Edaran KPK merupakan peraturan kebijakan yang sejatinya bukan peraturan perundang-undangan, tetapi diperlakukan seakan-akan memiliki relevansi hukum pada pihak yang berkepentingan saja. Menurutnya, KPK tidak terikat terhadap proses pendaftaran sampai dengan penentuan nomor urut paslon.
“Dengan demikian, jika Pemohon di awal mengatakan Pihak Terkait tidak menyerahkan LHKPN, karena dalam UU tidak menyebutkan LHKPN tetapi daftar kekayaan pribadi yang sudah diserahkan,” kata Pantja.
LHKPN Penting
Sementara itu, Zainal Arifin Mochtar selaku ahli menjelaskan peran LHKPN sangat penting yang memiliki sifat periodik artinya dilakukan oleh orang yang sudah punya akun dan menjabat serta tiga bulan setelah tidak menjabat sebagai laporan akhir baginya. Kemudian ada LHKPN yang bersifat khusus yang dimintakan dan berkaitan dengan proses pendaftaran calon.
Zainal menilai pada dalil kasus sengketa Pilkada Mandailing Natal, terdapat hal-hal yang harus diperjelas yakni terkait dengan tanggung jawab hukum. Menurutnya, apabila seseorang memiliki LHKPN yang bersifat periodik dan termasuk khusus sekalipun, ada masa untuk memperbaiki laporannya.
“Maka hal yang harus ditimbang adalah derajat kesalahannya, apakah bisa dianggap keliru? Atau ini sudah ada upaya korektif dengan berimbang dan prinsip adil sudah ditegakkan. Untuk syarat administratif bukan kekakuan, tetapi adakah niat jahat atau persekongkolan dibalik menyerahkan syarat itu. Ini hanya salah format dan cukup waktu melakukan perbaikannya (laporan),” terang Zainal.
Selanjutnya, ahli pihak terkait Aswanto menjelaskan bahwa pejabat yang wajib menyerahkan LHKPN telah tertuang dalam amanat undang-undang pada Pasal 5 UU 8/2015. Menurutnya, seseorang yang mendaftar sebagai penyelenggara negara belum pasti menjadi penyelenggara negara.
“Artinya kewajiban melaporkan dan mengumumkan kekayaan adalah bagi yang sudah pasti menjadi pejabat negara, sehingga perlu melaporkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat dalam LHKPN. Maka terhadap orang yang baru mendaftar untuk kontestasi, dia belum sebagai pejabat negara. Oleh karena itu, KPU sudah menentukan yang bersangkutan telah memenuhi syarat,” jelas Aswanto.
Diketahui, pemohon dalam gugatannya menyebutkan bahwa Calon Bupati Kabupaten Mandailing Natal Nomor Urut 02 Saipullah Nasution menyerahkan Tanda Terima Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mandailing Natal (Termohon) tanggal 16 Oktober 2024.
Sedangkan Penetapan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal dilakukan pada 22 September 2024. Seharusnya yang bersangkutan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam pencalonan sebagai kepala daerah.
Menurut Pemohon, Calon Bupati Kabupaten Mandailing Natal Nomor Urut 02 Saipullah Nasution, tidak menyerahkan LHKPN pada waktu yang dipersyaratkan sebagaimana ditentukan PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Oleh karenanya, Pemohon menyatakan kemenangan termohon dinyatakan cacat formil dan harus didiskualifikasi. (Dev/P-2)