

PENELITI Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah menilai vonis 6 tahun penjara terhadap Harvey Moeis yang sebelumnya dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perlu ditelusuri. Ia menilai vonis di pengadilan tingkat pertama itu jauh dari vonis 20 tahun penjara yang diputuskan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta di tingkat banding.
“Saya pikir penting vonis di tingkat PN Jakarta Pusat sebelumnya yang hanya 6 tahun itu sebenarnya aneh dan mencurigakan. Jadi sebaiknya memang ada upaya menelusuri lebih jauh apa penyebabnya. Bisa jadi kemudian ada relasi kepentingan tarik menarik di dalam proses penetapan yang bagi kita kan sangat janggal,” kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Kamis (13/2).
Herdiansyah mengatakan keanehan vonis 6 tahun itu tak mencerminkan rasa keadilan. Pasalnya, kasus korupsi yang menjerat Harvey Moeis itu merugikan negara hingga Rp300 triliun yang disebutkan oleh Kejaksaan Agung.
Maka dari itu, Herdiansyah menilai perlu didalami apakah ada permainan di balik vonis Harvey Moeis tersebut.
“Bagaimana mungkin dengan nilai kerugian sebesar itu hanya divonis 6 tahun. Maka penting fenomena yang aneh semacam ini ditelusuri lebih lanjut untuk digali apakah memang ada indikasi dalam tanda petik permainan di dalamnya suap, dan gratifikasi memungkinkan,” katanya.
Diketahui, Harvey Moeis divonis 20 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022. Hukuman itu dijatuhkan di tingkat banding oleh PT Jakarta.
Selain memperberat vonis hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara, Harvey juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan penjara. Tak hanya itu, Harvey dikenai kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 420 miliar.
Sebelumnya, Harvey divonis pidana 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Sementara itu, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, plus uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.(faj/M-3)