
IndonesiaDiscover –

DIREKTORAT Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Bareskrim Polri membongkar kasus perdagangan orang mengirim pekerja migran ilegal ke Bahrain. Para pelaku meraup keuntungan ratusan juta rupiah atas tindak pidana itu.
“Jaringan ini telah beroperasi sejak tahun 2022 dan meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah,” kata Kasubdit III Dittipid PPA-PPO Bareskrim Polri Kombes Amingga P.M dalam keterangan tertulis, Rabu (26/2)
Amingga mengaku akan terus mengembangkan kasus ini. Bahkan, Polri menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana para tersangka.
“Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divhubinter Polri guna mengungkap jaringan yang berada di luar negeri,” ujar Amingga.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari seorang korban yang bekerja di Bahrain sebagai spa attendant. Korban awalnya dijanjikan pekerjaan sebagai waitress dan housekeeping hotel oleh pelaku, namun kenyataannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Amingga mengatakan para pelaku merekrut korban melalui Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dengan menawarkan pekerjaan di Bahrain. Korban yang tertarik kemudian diminta membayar biaya keberangkatan sebesar Rp15 juta.
Setelah itu, pelaku menyiapkan berbagai dokumen, seperti paspor, visa, dan tiket pesawat untuk memberangkatkan korban. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, polisi menetapkan tiga tersangka.
Ketiganya berinisial SG, RH, dan NH. SG berperan sebagai penghubung dengan pemberi kerja di Bahrain dan menerima uang dari korban.
Sedangkan, tersangka RH merupakan Direktur LPK yang mengurus penerbitan paspor korban, menampung uang korban, serta mengarahkan proses keberangkatan. Sementara itu, tersangka NH, selaku Staf LPK mengurus dokumen persyaratan kerja dan keberangkatan korban.
Dari tangan para pelaku, polisi menyita berbagai barang bukti. Antara lain enam paspor, enam visa, enam kontrak kerja, tiga unit handphone, satu laptop, dua buku tabungan, empat ATM, dan enam bundel rekening koran.
Ketiga tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Mereka juga dikenakan Pasal 81 dan Pasal 86 huruf (c) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar. (Yon/P-3)