Politik 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Kebijakan Populis Dongkrak Kepuasan Publik

100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Kebijakan Populis Dongkrak Kepuasan Publik

19
0
100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Kebijakan Populis Dongkrak Kepuasan Publik
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka .(AFP)

JELANG 100 hari kinerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berbagai kebijakan bernuansa populis seperti penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan menuai apresiasi publik. Hal itu tercermin dalam penelitian terbaru Lembaga Survei Nasional (LSN) bertajuk Evaluasi 100 Hari Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran.

LSN mencatat program di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan mampu mendongkrak kepuasan masyarakat terhadap kinerja Prabowo-Gibran. Seperti di antaranya, pemeriksaan kesehatan gratis mendapatkan tingkat kepuasan publik mencapai 88,2% lalu dilanjutkan dengan pemberian bantuan sosial (86,7%) hingga makan bergizi gratis (79,3%).

Pakar Politik sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow mengatakan publik merasa puas dengan program-program populis tersebut lantaran dapat secara langsung dirasakan masyarakat. Akan tetapi, menurutnya program-program tersebut tidak bisa menjadi solusi dasar untuk mengentaskan kemiskinan secara jangka panjang.

“Kepuasan terhadap prabowo tinggi karena yang menonjol adalah program-program populis. Karakteristik pemerintahan kita sekarang memang populisme, jadi politik kita kuat pada persepsi dimana publik dijadikan alat untuk melegitimasi kinerja pemerintah. Padahal publik punya keterbatasan sehingga mudah terpengaruh dengan program-program populis,” jelas Jeirry di Jakarta, Kamis (23/1).

Jeirry menilai, program pemeriksaan kesehatan gratis memperlihatkan kepuasan tertinggi karena secara kebermanfaatan jauh lebih pasti bagi masyarakat jika dibandingkan dengan makan bergizi gratis.

“Program pemeriksaan kesehatan gratis ini sudah pasti akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Prabowo karena kesehatan adalah pelayanan dasar bagi warga, apalagi program ini sudah punya anggaran yang lebih pasti dan pemeriksaan yang dilakukan bersifat menyeluruh,” ungkapnya.

Selain itu, Jeirry juga menyoroti terkait efektivitas manajerial dan komunikasi antara kementerian/lembaga pasca adanya penambahan formasi kabinet. Menurutnya, pada 100 hari pertamanya, kinerja antar kementerian masih memperlihatkan ketidaksinkronan

“Beberapa kementerian yang dipecah itu sedang menyesuaikan dan diolah agar lebih settle untuk berjalan sehingga belum bisa mengurusi urusan publik. Keselarasan kerja antar kementerian juga terlihat masih terhambat bahkan saling menegasikan,” jelasnya.

Lebih jauh, Jeirry juga menekankan pentingnya bagi pemerintah untuk membangun komunikasi publik yang baik agar konflik internal dan eksternal dapat dikelola secara harmonis.

“Pola dan mekanisme dalam kabinet harus diolah karena terlihat belum terkoordinasi, satu dengan yang lain berbeda. Satu K/L dengan K/L yang lain masih berbeda dalam menangani program dan isu yang muncul di publik,” ungkapnya.

Menurutnya, di tengah sinkronisasi kementerian yang masih berjalan, kinerja K/L masih tergantung pada inisiatif sang menteri.

“Ada menteri yang menonjol bukan karena pekerjaan di kementerian seperti Erick Thohir itu populer bukan karena BUMN tapi karena urusan sepak bola. Tetapi ada menteri yang menonjol dan populer karena program dan kinerja kementerian seperti Abdul Mu’ti di Kemendikdasmen,” ujarnya.

Selain itu, pada 100 hari kinerja Prabowo-Gibran, Jeirry juga mempertanyakan peran dan posisi Gibran sebagai Wakil Presiden yang dinilai bersikap di luar kapasitasnya dengan adanya program Lapor Mas Wapres.  

“Di awal Gibran terlalu aktif mengambil ruang untuk berperan, tapi satu bulan terakhir ini semakin tidak muncul dan relatif agak silent. Mungkin memang sebaiknya begitu, karena posisi wapres jangan sampai mengganggu presiden apalagi terkait hal yang tidak dikoordinasikan dengan presiden,” ungkapnya.

Pengamat Politik dan Akademisi Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo mengatakan di tengah situasi ketidakpastian politik dan ekonomi saat ini, masyarakat Indonesia seolah-olah lebih memilih untuk memelihara bias optimisme.

“Program yang serba gratis seolah menjadi bias antara harapan optimisme dan kepuasan, bahkan baru dengar nama programnya saja karena gratis seolah-olah lublik merasa sudah puas, walaupun belum dijalankan. Biasa optimisme ini bisa membahayakan,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati memberikan catatan terkait beberapa program yang telah dijalankan Prabowo-Gibran terkait Makan Bergizi Gratis yang masih menemui berbagai kendala di lapangan. Menurutnya, program tersebut masih lemah pada sisi pengawasan.  

“Kebijakan-kebijakan populis yang serba gratis itu dampaknya memang bisa sangat langsung dirasakan oleh masyarakat di bawah, tetapi kemudian ada catatan kritis misalnya ada insiden keracunan pangan di beberapa daerah Jawa Tengah dan Kalimantan Utara. Disini terlihat lemahnya kontrol dan kualitas pengawasan,” jelasnya.

Kendati masih terlalu dini untuk memberikan penilaian dalam rentang 100 hari dalam peta perjalanan pemerintahan selama 5 tahun, tetapi valuasi tersebut penting untuk dilakukan sebagai langkah awal yang baik bagi pemerintahan Prabowo ke depan.

“Kepuasan dan kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi ini dan tentu kami berharap bahwa ini tidak jumawa karena langkah ke depan ini tentu akan masih sangat panjang. Ini bisa menjadi modal sosial bagi pemerintahan Prabowo ke depan untuk lebih baik lagi ke depannya,” ungkapnya. (J-2)

 

 

Tinggalkan Balasan