Politik Putusan Hakim Kontroversial Karena Pengawasan Peradilan Bermasalah

Putusan Hakim Kontroversial Karena Pengawasan Peradilan Bermasalah

25
0
Putusan Hakim Kontroversial Karena Pengawasan Peradilan Bermasalah
Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Gedung Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta.(MI/Susanto)

MARAKNYA putusan pengadilan yang menimbulkan kontroversi karena dinilai mencederai keadilan publik merupakan konsekuensi dari bermasalahnya pengawasan terhadap lembaga peradilan. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, sudah banyak instrumen yang mengawasi lembaga peradilan saat ini.

Pengawas itu berasal dari internal maupun eksternal. Di internal, misalnya, Mahkamah Agung (MA) memiliki Badan Pengawas (Bawas) MA. Sementara, Komisi Yudisial (KY) menjadi lembaga pengawas eksternal para hakim dan pegawai di lingkungan MA maupun peradilan di bawahnya.

“Soal pengawasan kan sebenarnya sudah ada. Cuma yang jadi problem, bagaimana mungkin? Yang mengawasi juga punya masalah yang sama dengan yang diawasi,” kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Jumat (17/1).

Baginya, antara lembaga pengawas dengan yang diatasi sama-sama bermasalah. Oleh karena itu, masalah yang terjadi di lembaga peradilan saling berkelindan. KY, sambung Herdiansyah, selama ini juga memiliki kewenangan dan sumber daya yang lemah untuk mengawasi para hakim. 

“Publik kita harapkan mengawasi juga kan tidak mendapatkan respon yang bagus,” sambungnya.

Oleh karena itu, Herdiansyah berpendapat bahwa perlu ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk menangani masalah besar di tubuh lembaga peradilan. Ia berpendapat, masalah putusan pengadilan yang kontroversial menjadi bagian dari pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.

“Kekuasaan itu harus bereaksi, harus meng-address ke publik bahwa ada masalah serius yang sedang kita hadapi,” tandasnya.

Putusan pengadilan terakhir yang dinilai mencederai rasa keadilan publik keluar dari Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak yang membebaskan warga negara Tiongkok, Yu Hao, yang menjadi terdakwa kasus penambangan ilegal setelah mengeruk emas sebanyak 774 kg.  

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) sudah mengajukan kasasi atas putusan PT Pontianak tersebut. Menurut Harli, kasasi diajukan karena majelis hakim tinggi dinilai tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya.

Sebelumnya, ada juga putusan kontroversial dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Belakangan, Kejagung mengusut dugaan suap di balik bebasnya Ronald Tannur dengan menersangkakan tiga hakim serta eks Ketua PN Surabaya.

Selain itu, ada juga vonis pidana penjara 6,5 tahun terhadap Harvey oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat yang dinilai terlalu rendah. Pasalnya, Harvey terjerat dalam kasus korupsi yang merugikan negara sampai Rp300 triliun.(P-2)

Tinggalkan Balasan