Politik Penghapusan Ambang Batas Membuat Kondisi Politik Lokal Lebih Cair

Penghapusan Ambang Batas Membuat Kondisi Politik Lokal Lebih Cair

5
0
Penghapusan Ambang Batas Membuat Kondisi Politik Lokal Lebih Cair
ilustrasi.(MI)

PUTUSAN MK Nomor 60 Tahun 2024 yang mengubah ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) juga akan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Lewat putusan tersebut, parpol yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mengusung paslon.

Deputi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu mengatakan hal tersebut akan berdampak pada perilaku pemilih karena sebagian paslon yang menang dalam pilkada diusung oleh satu parpol. Dikatakan bahwa ada keinginan pemilih untuk tidak memilih calon yang didukung oleh koalisi partai politik yang gemuk dari KIM plus.

“Sebab dari pantauan hasil Pilkada 2024, ada keinginan pemilih untuk tidak memilih calon yang didukung oleh koalisi partai politik yang gemuk dari KIM plus,” katanya kepada Media Indonesia pada Jumat (10/1). 

Aji menuturkan bahwa dengan putusan MK yang kemudian akan ditindaklanjuti dalam peraturan KPU, konstelasi politik pun makin dinamis. Dinamika politik ini terekam dari sikap politik parpol yang kemudian mengubah arah dukungannya di pilkada. 

“Artinya putusan MK tersebut memberikan harapan baru dan juga memperkuat demokrasi lokal. Rakyat akan diberikan pilihan yang lebih beragam karena partai politik non parlemen atau partai politik yang tidak memiliki kursi di legislatif, akhirnya dapat mencalonkan diri,” katanya. 

Kendati demikian, harapan baik itu belum tentu bisa terwujud dengan cepat karena putusan peradilan ini menghendaki perubahan yang super cepat sehingga mustahil dilakukan oleh semua elemen, misalnya persoalan mengubah kesepakatan koalisi di daerah-daerah yang terlanjur terbangun.  

“Perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) beserta harmonisasi di level KPU daerah, respons cepat Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) akibat perubahan PKPU, dan pun munculnya calon dadakan akibat putusan MK,” katanya. 

Lebih lanjut, Aji menjelaskan meski tujuan awalnya untuk menekan kotak kosong, perubahan aturan ambang batas tersebut akan berpotensi mampu memunculkan lebih banyak calon alternatif. 

“Munculnya putusan MK itu awalnya bertujuan untuk menekan angka calon tunggal yang sebelumnya ada di 44 daerah. Namun, dari hasil penelusuran JPPR menunjukkan pasca pilkada masih ada calon tunggal yang menang di daerah sebanyak 37 atau turun hanya 15,9%,” katanya. 

Selain itu, terlepas dari pro-kontra terkait vote buying yang mempengaruhi partisipasi pemilih secara substansial, JPPR menilai pemilih telah memahami urgensitas memilih yakni memilih kepala daerah yang lebih baik diantara calon-calon yang buruk. 

“Analisis tersebut semakin menguatkan sinyalemen positif terkait masa depan kedaulatan rakyat, dalam sistem pemilihan langsung,” pungkasnya. (Dev/I-2) 

Tinggalkan Balasan