POLITIKUS Partai Golkar Maman Abdurrahman menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalanon presiden dan wakil presiden perlu dikaji lebih lanjut. Khususnya dalam aturan turunan dari keputusan tersebut.
“Bagi saya, terlepas dari ini adalah sebuah produk hukum yang kita taati, perlu kita kaji kembali dalam konteks aturan-aturan turunannya,” ujar Maman, dikutip pada Sabtu (4/1).
Maman mengaku setuju keran demokrasi harus dibuka selebar-lebarnya. Namun, ia mengingkatkan jangan sampai banyak calon di pilpres akan menghambat terwujudnya konsolidasi nasional.
“Jangan sampai demokratisasi yang kita harapkan itu justru memiliki hambatan terhadap upaya kita mendorong konsolidasi nasional dan menuju ke arah yang lebih baik,” terangnya.
Maman menekankan tujuan utama mendirikan suatu negara ialah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bukan untuk berdemokrasi.
“Jadi jangan sampai, kita harus lihat juga, pada saat demokrasi ini dibuka secara luas dan bebas, memiliki efek produktif nggak dalam konsolidasi nasional kita untuk menuju kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. Dengan putusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.
Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025). Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dilansir dari Website MK pada Kamis, 2 Januari 2025.
(Bob/I-2)