

PENGAMAT perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus mengalami pelemahan hingga ke level Rp16.300.
Pada pertengahan Desember 2024, rupiah sempat melemah hingga mencapai Rp16.312 per dolar AS. Namun, menjelang Natal, rupiah menunjukkan penguatan tipis, dibuka pada level Rp16.180 per dolar AS. Dengan dipengaruhi keputusan Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) 25 bps ke kisaran 4,25%-4,50%, depresiasi rupiah diproyeksi semakin mendalam.
“Pergerakan rupiah masih cenderung melemah hingga akhir tahun. Rentang pergerakan 16.00-16.300 bisa dicermati,” ujarnya Arianto kepada Media Indonesia, Kamis (26/12).
Terkait pergerakan saham, Arianto berpendapat belum terlihat efek dari window dressing menjelang penutupan tahun. Window dressing merupakan upaya manajer investasi dan perusahaan terbuka (emiten) untuk mempercantik tampilan portofolio atau performa laporan keuangannya supaya menarik di mata investor maupun pemegang saham.
“Fenomena window dressing belum terlihat signifikan dan masa buka bursa tinggal dua hari bursa. Tidak mudah bagi bursa untuk naik indeks,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, senior economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana juga memproyeksikan nilai tukar rupiah masih cenderung mengalami tekanan hingga akhir tahun 2024.
Ada beberapa faktor penyebabnya, yakni berlangsungnya capital flight to safety atau fenomena global di mana investor memindahkan investasi mereka dari suatu negara atau pasar yang dianggap berisiko ke negara yang lebih stabil dan aman. Faktor lainnya mengenai kekhawatiran plafon utang AS (debt ceiling) dan data tenaga kerja AS yang menguat.
“Saya melihat rupiah masih terdepresiasi di rentang Rp16.100-Rp16.350 per dolar AS,” ucapnya. (Z-9)