

PROGRAM Tiga Juta Rumah diharapkan jadi salah satu instrumen pengentasan kemiskinan di era presiden prabowo Subianto. Program ini diharapkan bisa menekan angka kemiskinan hingga 1,8% pada 2025.
“Program tiga juta rumah salah salah satu prinsip keadilan sosial. Presiden Prabowo Subianto menginginkan agar negara mendukung masyarakat. Ini adalah landasan munculnya Program 3 Juta Rumah untuk mengentaskan kemiskinan,” tutur Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Bonny Z. Minang, saat Diskusi Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) bertema Gotong Royong Mewujudkan Mimpi Bangun 3 Juta Rumah, di Jakarta, Jumat (20/12).
Menurut Bonny, program Tiga Juta Rumah ini diyakini akan menggairahkan perekonomian daerah.
Saat ini terdapat 75 ribu desa di Indonesia. Dengan target pengembangan 2 juta rumah, maka setiap desa akan dibangun 26 unit rumah.
“Program ini berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp300 triliun. Dari jumlah tersebut, dengan asumsi profit margin 20%, maka akan ada uang bergulir sebesar Rp60 triliun sehingga dapat menggerakkan perekonomian daerah,” ucap Bonny.
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin per Maret 2024 mencapai 25,22 juta orang. Jumlah tersebut turun 0,68 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
“Dengan program perumahan rumah diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sekitar 1,8% per tahun. Hal itu seiring terciptanya pertumbuhan ekonomi karena adanya pengembangan perumahan,” ujarnya.
Meski demikian, pendanaan atas program ini masih dalam pembahasan. Hingga saat ini Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) meyakini alokasi APBN 2025 untuk anggaran perumahan di kementerian itu sejumlah Rp5,27 triliun untuk pembangunan 37.431 unit atau sekitar 8% dari program 3 juta rumah.
Perlu upaya tambahan membangun 2.742.569 unit guna mencapai target program 3 juta rumah. Pemerintah masih mencari formulasi bauran anggaran agar program tersebut bisa terealisasi.
Direktur Pembiayaan Perumahan BP Tapera, Imam Syafii Toha mengatakan, dengan keterbatasan sumber pembiayaan APBN, diharapkan bisa dicapai hasil yang optimal.
Seluruh bank penyalur sudah menyatakan kesiapannya dengan komposisi pendanaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) 50:50 agar optimalisasi penyaluran dana KPR bisa lebih besar.
Imam menjelaskan, Senin, 23 Desember 2024, BP Tapera bersama seluruh bank pelaksana akan melakukanpenandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Penyaluran KPR FLPP Tahun 2025.
“Dengan skema saat ini, dengankomposisi 75:25 akan menghasilkan 220 ribu unit rumah. Jika skemanya diubah menjadi 50:50, maka porsi pendanaan KPR FLPP bisa mendanai 330 ribu unit tahun depan. Komitmen ini akan diikrarkan ekosistem pembiayaan perumahan pada saatpenandantanganan PKS di hadapan Menteri Keuangan dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP),” jelas Imam.
Imam menambahkan, rencananya skema baru komposisi KPR subsidi di tahun depan menggunakan suku bunga tiering.
“Sampai dengan tahun ke-10 tenor cicilan masih dalam masa subsidi sehingga tingkat bunga pinjaman sebesar 5%. Selanjutnya, akan berlaku suku bunga tier antara 6% hingga maksimal 7%,” ucapnya.
Kepala Divisi Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Budi Permana mengaku, perbankan tidak menyoal perubahan skema komposisi KPR FLPP dari75:25 menjadi 50:50.
“Skema pendanaan 50:50 tidak menjadi isu karena BTN tidak ada masalah dengan likuiditas. Apabila margin masih 5%, maka itu akan jadi permasalahan. Kalau suku bunganya dinaikkan menjadi 7% hingga 8%, tentunya akan lebih menarik bagi bank penyalur karena ada profit margin yang sama dengan skema komposisi 75:25,” tutur Budi.
Sumber Pembiayaan Alternatif
Corporate Secretary PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Primasari Setyaningrum, mengatakan pihaknya telah menerbitkan surat utang sebagai sumber likuiditas pembiayaan perumahan.
“Sampai dengan November 2024 kemarin, PT SMF (Persero) adalah penerbit obligasi sektorperumahan terbesar di Indonesia yakni sebesar Rp 25 triliun. PT SMF tidak hanya mengandalkan APBN untuk sumberdana pembiayaan perumahan, tapi juga dari pasar modal,” kata dia. (Gan)