INVESTIGATOR penuntutan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya persekongkolan tender atau pelelangan pengadaan kereta dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat Jenderal KPPU Deswin Nur menjelaskan investigator KPPU telah membuat Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) pada sidang perdana perkara Nomor 14/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Transportasi Darat untuk Pemasokan Electric Multiple Unit (EMU) pada Proyek Jakarta Bandung High Speed Railways Project. LDP dibacakan pada, Jumat (13/12), dihadapan majelis komisi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Aru Armando bersama Anggota Majelis Komisi Budi Joyo Santoso dan Gopprera Panggabean dan dilaksanakan di kantor KPPU Jakarta.
“Dalam LDP, investigator menduga telah terjadi persekongkolan dalam pemasokan unit kereta untuk proyek kereta cepat Jakarta Bandung tersebut,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Senin (16/12).
Deswin menyampaikan perkara bersumber dari laporan masyarakat dengan melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai terlapor I yang juga merupakan panitia tender proyek kereta Whoosh, dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai terlapor II. CRRC Sifang merupakan pemasok rangkaian kereta yang digunakan dalam proyek sepur kilat itu.
Dalam LDP, Deswin mengatakan investigator penuntutan KPPU melampirkan berbagai fakta atau temuan yang mengarah pada persekongkolan yakni, terlapor I yang tidak memiliki peraturan tertulis yang baku terkait tata cara pemilihan penyedia barang dan/atau jasa. Lalu, terlapor I tidak melakukan penerimaan atau pembukaan dan evaluasi dokumen penawaran secara terbuka atau transparan.
“Terlapor I (diduga) memenangkan peserta tender yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi,” ungkapnya.
Investigator juga menduga terlapor I telah melakukan diskriminasi dan pembatasan peserta tender untuk memenangkan terlapor II, meski PT Anugerah Logistik Prestasindo dinilai oleh investigator tidak layak menjadi pemenang tender. Hal ini karena perusahaan itu dikatakan memenuhi persyaratan modal disetor yaitu sebesar Rp10 miliar, dan tidak memiliki pengalaman sejenis atau pengalaman pekerjaan terkait dengan objek yang ditentukan. Kemudian, tidak mendapatkan nilai atau skor tertinggi pada tender. Sebagai catatan, pemenang harusnya dipilih dengan metode tender penilaian bentuk, penilaian kualifikasi dan penilaian responsif
“Diduga, persekongkolan tersebut telah menghambat atau menutup kesempatan peserta lain menjadi pemenang tender,” tegas Deswin.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, investigator KPPU menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan persekongkolan tender oleh kedua terlapor. Setelah mendengarkan paparan investigator, Majelis Komisi KPPU memberikan kesempatan bagi terlapor untuk menyampaikan tanggapan pada sidang berikutnya pada Selasa, 7 Januari 2025 dengan agenda tanggapan terlapor terhadap LDP dan pemeriksaan alat bukti/dokumen. (H-3)