KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda merespons soal wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD atau pemilihan tidak langsung.
Ia mengatakan perlu formula yang tepat dalam menyusun aturan untuk mengantisipasi terjadinya premanisme politik dan praktik politik uang agar tidak mengulangi sejarah kelam pilkada masa lalu.
“Kita harus mencari formula yang tepat agar korupsi dan money politics itu tidak beralih ke partai politik dan DPRD, agar traumatik politik masa lalu tidak terulang,” ujar Rifqinizamy melalui keterangannya, Selasa (17/12).
Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan, berdasarkan ketentuan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, pemilihan sempat dilakukan melalui DPRD. Namun, dalam implementasinya justru kontraproduktif dari harapan. Bahkan, pemilihan melalui DPRD saat itu tak menjawab masalah tentang dampak pemilihan langsung, seperti politik uang.
Untuk itu, Rifqinizamy mengaku Komisi II akan mempertimbangkan sejumlah aspek agar formulasi aturan dalam pengaturan pemilihan kepala daerah dapat relevan dan berkesesuaian dengan cita-cita demokrasi.
“Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang dulu mengamanatkan pemilihan gubernur, bupati, wali kota melalui DPRD, diwarnai oleh aksi premanisme politik dan politik uang di berbagai tempat. Kita harapkan hal semacam itu tidak terulang kembali,” tegasnya.
Ia menerangkan, politik uang yang terjadi dalam praktik pemilihan langsung maupun tidak langsung menjadi pertimbangan dalam implementasi sistem pilkada. Pasalnya, politik uang merusak tatanan budaya politik dan demokrasi.
“Usul agar budaya dan kultur politik kita tidak barbarian, termasuk soal money politics, menjadi salah satu pertimbangan penting kenapa pemilihan itu tidak lagi dilakukan secara langsung,” pungkasnya. (J-2)