KETUA Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkap, pihaknya telah memberhentikan 66 penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu sepanjang 2024. Sementara, 253 penyelenggara lainnya diberi sanksi peringatan.
Kendati demikian, Heddy mengingatkan kehadiran pihaknya dalam ekosistem kepemiluan di Tanah Air bukanlah untuk menghukum penyeleggara pemilu. DKPP, sambungnya, bertujuan untuk menjaga muruah penyelenggara maupun lembaga penyelenggara pemilu.
“Kalau ada satu, dua, sampai ratusan (penyelenggara) yang disanksi DKPP, bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi agar marwah penyelenggara kita tetap terjaga dengan baik,” kata Heddy lewat keterangan yang diberikan, Sabtu (14/12).
Heddy menggarisbawahi, DKPP tidak menjatuhkan sanksi terhadap seluruh penyelenggara yang diadukan atas dugaan pelanggaran kode etik. Bahkan, 51% di antaranya direhabilitasi lewat putusan DKPP. Oleh karena itu, ia meminta penyelenggara tak khawatir jika bersidang di DKPP.
Sepanjang 2024, ia mencatat ada 687 pengaduan yang diterima DKPP. Heddy berpendapat, angka tersebut bukan semata-mata karena pelanggaran yang dilakukan penyelenggara masif, tapi kesadaran publik akan pentingnya memiliki penyelenggara yang berintegritas dan profesional.
Ia mengungkap, terjadi lonjakan pengaduan pada Maret, yakni sebanyak 98 pengaduan, disusul Mei (79), Oktober (73), April (72), dan November (72) yang beriringan dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Heddy juga menyebut, setidaknya ada tiga provinsi yang paling minim aduan, yaitu Yogyakarta, Bali, dan Kalimantan Tengah.
Ia menegaskan, DKPP selalu merespon cepat pengaduan pelanggaran kode etik penyelengara pemilu dengan cepat. Penanganan yang lamban dinilainya bakal berdampak panjang sampai berujung menurunnya kepercayaan masyarakat atas lembaga pemilu.
“Kesadaran publik untuk mengingatkan kita sebagai penyelenggara pemilu semakin tajam dan terbangun, sehingga terus menjadi sorotan,” tandas Heddy. (J-2)