Keputusan Komisi III DPR memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid VI dikritik. Sebab, komposisinya kebanyakan penegak hukum.
“Keterpilihan personel komisioner KPK 2024-2029 adalah gambaran buruk bagi pertimbangan independensi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Bagaimana tidak? Para person komisioner terpilih justru berasal dari latar belakang aparatur penegak hukum,” kata Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada Metrotvnews.com, hari ini.
Fickar menilai penunjukan penegak hukum untuk memimpin KPK adalah kesalahan. Sebab, pekerjaan itu merupakan penindakan hukum di KPK. Fickar meyakini KPK akan semakin lemah. Karena, kata dia, komisioner terpilih nantinya akan lemah menindak instansi asalnya.
Keputusan Komisi III DPR memilih komisioner jilid VI juga disayangkan. Legislator dinilai tidak mempertimbangkan sejarah pembentukan KPK yang dilahirkan untuk memastikan penegak hukum dan pemerintah bebas dari korupsi.
“Karena itu, dengan dasar pilihan ini, Komisi III telah ‘sengaja’ menjadi limbung akan fakta sejarah ini, demikian juga fakta ini bisa membangun prasangka bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya pelemahan KPK,” ujar Fickar.
Sebanyak lima capim KPK dipilih DPR, kemarin. Mereka yakni Setyo Budiyanto, Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, dan Agus Joko Pramono.
Setyo ditunjuk sebagai ketua dengan total dukungan dari anggota Komisi III sebanyak 46. Sementara itu, perolehan untuk dia menjadi komisioner KPK sebanyak 45 suara. (Can/P-2)